Setelah tiga bulan selalu berusaha mencari kerja,
akhirnya Allah swt mempertemukanku dengan jodoh pekerjaan. Agak menyesal. Setelah
yudisium, bukannya langsung cari kerja, aku malah ingin berleha sejenak. Mengapa
demikian? Sejak selesai skripsi, aku sudah apply
di beberapa perusahaan. Ada panggilan psikotes memang. Tapi bapak tidak
mengizinkan kalau aku harus bolak-balik Jakarta-Bandung padahal waktu wisuda
sudah sangat dekat. Aku menuruti nasehat bapak.
Di Desember… setelah wisuda, aku aktif mengikuti
beberapa job fair di Bandung. Salah
satu perusahaan besar memanggilku untuk melalui tahapan tesnya. Sampailah dua
minggu aku mengikuti setiap tahapnya. Dari mulai psikotes tahap satu, tahap
dua, sampai interview psikolog. Sayang.
Aku hanya berjodoh sampai bertemu dengan psikolog. Ada beberapa panggilan kerja
yang lagi lagi harus kuabaikan di Bandung. aku memutuskan untuk memenuhi
panggilan tes kerja salah satu bank di Jakarta. Psikotes yang tidak pernah
kulupakan. Sekaligus psikotes yang mengantarku di ruang kerjaku sekarang.
Masih teringat jelas, awal psikotes, hujan tiba-tiba
turun dengan deras. Aku pergi dengan Pak Asmuni –ojeg- menuju Melawai. Bajuku setengah
basah. Sedang celana, sudah basah kuyup. Terima kasih Pak Asmuni yang sudah
mengantarku. Di ruang tes, aku kedinginan lagi. Konsentrasi buyar. Pasrah. Siapa
sangka. Setelah psikotes, namaku dipanggil ke dalam empat besar dengan IQ yang
memenuhi kualifikasi dari 12 orang. Bagiku, itu adalah prestasi yang besar,
namun tetap tidak patut dibanggakan. Kecuali kalau membanggakan kedua orang
tuaku, maka aku bangga karena telah
membanggakan mereka, bukan karena prestasinya.
Selama beberapa minggu aku di Jakarta, Tangerang
lebih tepatnya. Tinggal di rumah Aa. Mengikuti beberapa tes kerja yang
bertubi-tubi datang. Dan semuanya dari Bank. Bank konvensional dan syariah.
Syukur Alhamdulillah… bila waktu telah tiba, Allah swt senantiasa memberi
kemudahan dan seakan semua pintu terbuka lebar.
Januari tiba. Semua pengumuman psikotes di Desember
belum juga keluar. Kejenuhanku mendera. Aku kembali ke Bandung dengan
perjuangan yang sama; mencari pekerjaan. Mama dan
bapak paham betul kalau aku merasa jenuh meski aku tidak pernah mengungkapkan
kejenuhan yang mendera. Mama dan bapak selalu menasehatiku dengan
sabar. Mengingatkanku untuk terus berusaha dan bersabar. Aa, teteh, Na, dan
Epang juga menyemangatiku dengan rajin. Sungguh mengharukan. Mereka menyemangatiku
dengan cara yang berbeda-beda. Aa yang
menasehati dengan bijak, teteh yang menyemangati dengan candaan, Na yang selalu
siap-antar jemput, dan Epang yang menyemangati sembari mengejek. Sungguh
saudara yang luar biasa. Tidak lupa juga ada seseorang di sana yang selalu siap sedia mendengar keluh kesahku. Aku
memang tidak berani mengeluh pada mama bapak, tapi padanya, aku mengeluh. Dialah bagian dari separuh hati. Dia juga yang selalu
menyemangatiku dari kejauhan jarak. Belum lagi, aku punya Allah swt yang
segalanya bagiku. Cukup bagiku.
Perlahan pengumuman psikotes datang. Mendadak dari
Bandung aku harus kembali ke Jakarta karena ada panggilan interview di beberapa bank. Aku selalu berupaya untuk tampil maksimal. Kata Aa, ikuti semua tesnya
dengan sungguh-sungguh, nanti petik panennya bersamaan. Semua tes sudah
kuikuti sampai tahap akhir. Hampir di akhir. Bapak bilang, aku harus sudah
punya keputusan mana yang akan kupilih. Bapak begitu optimis.
Tepat di Februari, satu Bank Syariah menghubungiku. Akhirnya
kuputuskan untuk menimba ilmu dan pengalaman
di bank yang sekarang tempatku bekerja. Sungguh menyenangkan. Kekeluargaan yang
erat meski aku harus pulang diatas jam pulang kerja. Aku yakin. Ini adalah
jodoh yang Allah swt siapkan untukku. Di sini, aku bisa belajar banyak hal. Baru
saja dua minggu aku menjalani training, beberapa
bank menelepon lagi untuk offering
letter. Sungguh luar biasa. Bila memang waktunya tiba, Allah swt beri
segalanya.
Yap! Banyak hal yang kupetik di masa penantianku. Ini
dia beberapa poin-nya:
....... Hal yang aku sesali adalah: MENGELUH. Aku sempat
membuat telinga dan mata abang panas karena harus mendengar dan membaca
keluhanku. Tapi abang selalu mengingatkanku. Hingga akhirnya di pertengahan
Januari, aku mulai menikmati aktivitasku di rumah.
....... Aku pernah merasa aku ini bodoh karena sulit
mendapat kerja. Tapi kata Aa, dalam pekerjaan tidak ada yang bodoh dan pintar. Ini
semua perkara jodoh. Kalau Allah swt sudah menghendaki kita berjodoh dengan
satu pekerjaan, maka kita harus sabar menunggunya. Kata Aa, semua yang ada di
dunia ini juga ada jodohnya. Termasuk diriku dengan pekerjaan yang sesuai.
.......Kalau waktunya tiba, semua akan datang tidak
terduga. Begitulah faktanya. Aku harus yakin, kalau Allah swt selalu menyiapkan
waktu tepat yang indah untuk menghadiahkan sesuatu bahkan segala hal padaku. Tinggal
tunggu waktunya. Tapi juga harus BERUSAHA.
.......Tetap berupaya. Usaha memang penting. Tapi doa
juga tidak kalah penting. Kalau terus berusaha tanpa berdoa… sungguh sombong
sekali. pada dasarnya segala yang terjadi di dunia ini juga kehendak Allah swt
yang sebanding dengan usaha kita.
....... Dan yang terakhir, kalau semua tawaran fix kerja
datang, istikhoroh laaah. Pilih pekerjaan yang bisa meningkatan intelektualitas
dan kapabilitas. hehehe