Ini pengalaman sesungguhnya sebagai seorang anak kos baru.
Dari dulu, selalu ingin jadi anak kos. Tapi Allah swt memberi
jalan yang paling indah. Waktu SMP, memutuskan untuk melanjutkan study di Kota yang orang-orang kenal
dengan sebutan Kota Kembang. Senangnya hati karena menjadi anak kos. Tapi Allah
swt melimpahkan rezeki yang luar biasa kepada mama dan bapak. Allah swt memang
tidak pernah setengah-setengah kalau memberi rezeki. Jadi ya. Kita juga jangan
setengah-setengah mengabdi kepada-Nya.
Sekarang… I just want to
share about my real story. Buat aku yang pertama kali ngekos.
Alasan pekerjaan, akhirnya aku pindah ke Ibu Kota, tepatnya di
Salemba Raya. Aku tinggal tepat di Salemba Bluntas Gang Murtadha IV. Pertama
kali melihat kosannya, aku belum juga jatuh hati. Rasanya enggan tinggal di
kamar kos yang sunyi senyap. Seorang pemilik kos dengan wajah campuran Timur
Tengah membuka pintu pavilion yang berada di sisi paling kiri. Sedikit
menjelajahi lorong, akhirnya kami (aku, bapak, dan bapak kos) berhenti di pintu
kamar kedua. Jantungku berdegup kencang penuh keraguan. Percaya atau tidak,
setiap kali aku menemukan sesuatu hal (apapun itu) yang akan berjodoh denganku,
aku pasti merasakan getaran yang luar biasa. Sayang… siang itu aku belum juga
merasa kalau kosan ini akan berjodoh denganku. Pintu kamar terbuat dari duplex
yang rapuh. Nampaknya termakan usia.
Pintu kamar terbuka lebar, ruangan terlihat seutuhnya. Dinding
kamar, sebagian terbuat dari tembok yang menempel dengan kamar ketiga dan
halaman samping. Namun di sisi lain, kamar terbuat dari triplek. Menyedihkan.
Satu hal yang tidak pernah kulupakan adalah: menengok kanan-kiri, atas-bawah,
untuk menjawab pertanyaan: “Ada akses cicak masuk nggak ya?” yap! Aku
benar-benar lemah bila berhadapan dengan cicak. Di sisi dekat pintu, terdapat
tempat tidur tua yang lebarnya hanya ½ badan orang. Maksudku, saking kecilnya
itu tempat tidur, aku yakin sekali, guling saja tidak akan cukup. Di sudut
ruangan, terdapat lemari kecil yang mungkin sama tuanya dengan kayu-kayu kusen
pintu. Kecil, rapuh, kotor, dan tidak bisa dikunci. Strategiku untuk menyimpan
barang-barang penting di lemari yang bisa dikunci, hilang sudah. Syukurlah,
Allah swt menciptakan otak dengan sangat luar biasa. Plan A gagal, masih ada plan
B, dan lainnya. Di sudut satunya lagi, terdapat meja belajar berukuran 1x1
m. Kursinya berwarna hijau. Kehadiran gordyn
berwarna merah yang menutupi kaca nako berhasil menambah “kejadulan” kamar
baruku.
Malam kos pertamaku, aku berhasil tidur lelap. Kata bapak, karena
aku terlalu lelah akibat pindahan dari Bandung. Sebelumnya aku mengganti sepre
yang berwarna putih dengan sepre kesayanganku, jamur-jamur berwarna pink. Bukan
berarti aku penyuka warna pink, hanya saja aku selalu senang membuat kamarku
hidup. Kamarku di Bandung, selalu indah. Aku bosan dengan kamar yang monoton,
akibatnya aku selalu mendekorasi kamar agar tidak pernah bosan ditinggali. Alhasil,
kamarku adalah kamar paling pewe yang ada di rumah. :D
Di pagi hari, hari pertama aku hendak memulai training, aku berhasil menyalakan setrikaan. Padahal, pesan bapak
kos, “Ya kalau mau bawa setrikaan boleh saja. Dicoba dulu. Soalnya listriknya cuma
990 aja. Takut nggak cukup kalau dua rumah.” See? Dengan Rp400.000, aku harus membatasi penggunaan listrik juga.
It does not matter. Dari pada aku
harus membayar lebih mahal lagi hanya untuk listrik. Setidaknya itulah yang
kupikirkan.
Di hari kedua, guess what? Ternyata
di kamar sebelahku sudah ada penghuninya. Seorang mba-mba berkulit putih. Mungkin
usianya sekitar 30 tahun. Aku mengetuk pintu kamarnya, hendak menawarkan
brownies. Sayang, beliau kurang bersahabat. Eits! Bukan salahnya, mungkin
salahku juga yang mengetuknya terlalu pagi. Ada lagi kejadian yang unik. Ketika
kucolokkan kabel setrikaan, listrik padam. Ngejepret ternyata. Untung tidak
lama. Aku kebingungan bukan main. “Aku harus berangkat training tapi belum setrika kerudung, belum setrika baju, gimana
iniiiiiii???” Rengekku dalam hati.
Banyak kejadian yang luar biasa di hari-hari berikutnya. Hikmahnya,
aku selalu belajar menyiapkan plan A,
plan B, dan plan lainnya. Selama menjadi
anak kos, aku berhasil menyusun strategi kapan waktu terbaik untuk nyetrika
kerudung dan baju, kapan waktu terbaik untuk mencuci baju, kapan waktunya aku
harus mengepel lantai, dan yang terpenting, aku belajar untuk konsisten menyapu
kamar setiap hari. Ada lagi, ketika aku hanya seorang diri di ruang kos, itulah
momen paling indah untuk mendekatkan diri pada Allah swt. Semakin dekat, aku
semakin bahagia. Bahkan sekarang pun, mungkin aku belum cukup dekat dengan-Nya.
Aku seorang diri, tiada teman, satu-satunya tempatku memohon bantuan dan
perlindungan ya hanya Allah swt. No more.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar