Tafsir Al-Misbah
Quraish Shihab
QS. Al-Anfal: 1-8
Rutinitas memasuki bulan Ramadhan
itu.. sahur dan berbuka. Eh taraweh
juga. Biasanya... taraweh di minggu pertama masih oke. Mesjid masih penuh. Mau ikut sholat di luar mesjid saja harus
berdempet-dempetan. Masuk minggu kedua, tempat sholat mulai lega. Minggu
ketiga, nggak ada lagi tuh yang
namanya bersenggolan dengan jemaah yang lain. Apalagi di minggu terakhir, aku
bisa masuk ke dalam mesjid bahkan bisa sholat taraweh di shaf paling depan.
Coba dibayangin deh! Bukan tarawehnya
yang pengen aku bagi disini, tapi tentang rutinitas lain...
Sahur pertama yang sangat
menyenangkan. Sekalipun tidak ikut puasa, aku bangun tepat waktu. Membantu mama
merapikan meja makan dan mencuci piring. Tepat pukul 03.00 aku bertengger di
depan tv. Memilih channel mana yang
menarik hati bukan hanya mata. Semula, aku ingin melihat acara lawak tapi hati
menggerakkan jari untuk menekan tombol remote
ke channel lain; Tafsir Al-Misbah. It is my favourite program actually. I like
Mr. Quraish Shihab so much. Because he looks so familiar. :D
Pembahasan tafsir kali ini surat Al-Anfal ayat 1-8.
Menarik!
“...maka bertaqwalah kepada Allah
dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-nya jika kamu orang yang beriman.” Pak Quraish menyampaikan
bahwa yang diperbaiki adalah hubungan
dasar sesama manusia. Manusia yang memiliki hubungan dasar yang baik, akan
dengan cepat menyelesaikan perselisihan. Itulah mengapa dalam islam
menyatakan paling lama waktu berselisih adalah 3 hari.
Get
it! Ini yang kurang dari aku. Aku kurang membenahi dasar hubungan dengan
sesama yang aku punya. Dulu, waktu SMA, beberapa orang senang berselisih
denganku. Mungkin bukan karena mereka senang, tapi karena aku yang mengundang
mereka menyelisihiku. Aku mencoba maju dan menyelesaikan persoalan. Selanjutnya? Terserah anda! Menurutku,
hubungan dasar yang baik akan mendorong hati kita untuk bersikap ramah dengan sesama
bukan hanya yang tampak di permukaan
tapi mendalam. Yah... sampai di titik hati terdalam.
Aku selalu berpikir bahwa, kita ini
bersaudara. Aku yang berkulit hitam, pipi bulet,
gigi berantakan (bukan berarti nggak bersyukur. Hanya saja... masa aku harus
bilang “aku yang berkulit putih, pipi tirus, gigi rapi” Nggak aku banget gitu loh), tetap bersaudara dengan mereka yang berkulit putih/sawo
matang/kuning langsat, mereka yang berwajah tirus/oval/kotak, mereka yang
bergigi rata/putih/mengkilap... maka ketika perselisihan terjadi diantara kita, cinta di hati kitalah yang akan
mengembalikan kita pada keadaan yang baik dan damai. Buatku, kita yang terbaik bukanlah kita yang
tidak pernah berselisih. Tapi kita yang berselisih lalu menyelesaikannya
bersama dan cinta kian kuat hadir diantara kita. Kita juga harus tahu hal
baik apa yang buat kita berselisih. Jangan sampai materi, cowok, dan hal-hal
nggak penting buat kita berselisih. Hidup itu lebih bermanfaat. Sayang rasanya
menyelisihkan segala hal yang sia-sia. Subhanallah...
indah sekali rasanya persaudaraan karena Allah J.
Mukmin...
Dalam ayat-ayat tersebut
menjelaskan sebagaimana disampaikan Pak Quraish, bahwa minimal sifat mukmin adalah berhubungan baik dengan Allah dan
sesamanya. Mungkin aku belum punya hubungan baik dengan sesama apalagi
Allah, malu rasanya. Tapi selagi denyutku belum absen, i always keep trying. Orang
mukmin itu... mencintai Allah tapi takut. Ia cinta kepada Allah, saking cintanya jadi takut sama Allah
juga. Kayaknya sulit menganalogikan kalimat itu. Karena takutnya... emmm...
pernah baca di sebuah buku, takutnya itu seperti orang yang dikejar debt collector, seperti juga takutnya
kita sama binatang buas di kala kita berada di hutan seorang. Tapi...
sepertinya rasa takut kepada Allah sangat sulit dianalogikan apapun. Karena
pasti sangat takut bagi orang mukmin. Kalau dilihat, dibaca, diterawang,
ditelaah, dan dihayati. Aku bukan bagian dari orang mukmin itu. Ketika
mendengar orang yang membaca ayat suci Allah sebagai tanda kebesaran-Nya, aku
kagum. Ketika mendengar nama Allah dikumandangkan melalui merdunya gelegar
adzan, aku terdiam. Entah kagum, entah gemetar, entah takut. Aku bahkan takut
kalau aku hanya merasa biasa-biasa saja.
Orang mukmin itu, derajatnya sangat tinggi. Mukmin sudah pasti beriman, tapi beriman belum tentu mukmin. Kalimat
yang aku simpulkan dari pernyataan Pak Quraish.
Orang mukmin selalu bertawakal.
Tapi bukan sebentar-bentar tawakal tanpa usaha. Tawakal itu... berserah diri kepada Allah setelah kita
berusaha sampai usaha kita benar-benar habis. Aku selalu mengelus dada,
menahan amaran dan kecewa ketika tahu nilai atau hasil apapun tidak sesuai
dengan apa yang kuharap. Padahal, AKU MERASA SUDAH BERUSAHA DENGAN KERAS.
Nampaknya usahaku belum keras, nampaknya usaha yang kupancarkan bukanlah usaha
yang sampai habis. Masih sangat kurang.
Orang mukmin adalah orang yang pandai. Seperti yang pernah
disampaikan teteh angkatan 08 yang bilang di keputrian kalau muslimah harus
menyenangkan. Ada benang merah kayaknya. Buat jadi muslimah yang menyenangkan,
muslimah pun harus pandai. Menangkap berbagai situasi, menangkap berbagai
berita terbaru, pandai memilih diksi, pandai bergaul... pokonya pandai. Mukmin
disini bukan mengarah pada laki-laki saja. Tapi semua; laki-laki dan perempuan.
It means. Perempuan juga harus pandai. Karena mukmin pandai. Ketika pandai,
kita akan menjadi orang yang menyenangkan. Kepandaian seorang mukmin membuatnya
tahu apa yang harus didiskusikan dan apa yang tidak.
Kehendak Allah selalu terbaik...
Aku
selalu yakin bahwa kehenda Allah adalah
satu-satunya kehendak yang terbaik dalam hal apapun. Karena Allah mengenalku
jauh lebih dekat bahkan kedekatannya melebihi dekatnya retina bola matanya. Allah berkehendak memutuskan
ketetapan. Dan Pak Quraish menyampaikan dalam surat Al-Anfal sangat jelas bahwa
ketetapan Allah adalah menyuruh kita berperang.
Berperang
itu bukan Cuma mengangkat senjata, bukan juga berarti harus lari ke medan
perang, bukan juga lempar granat ke musuh, tapi lebih perang melawan hal-hal
negatif di sekitar kita. Melawan kebodohan, melawan kemiskinan karena
Rasulullah saja kaya raya, melawan kemalasan. Banyak deh. Beberapa cara untuk berperang dengan mencari yang terbaik;
Mencari teman yang baik
Mencari bacaan yang baik
Mencari lingkungan yang baik
Pokoknya mencari yang terbaik.
Allah
selalu berkehendak. Tetapi Dia tidak pernah memaksa kita buat menjalankan
kehendak-Nya. Disinilah dapat dilihat tingkat keimanan orang, bisa upper, middle, atau bahkan low. Tergantung mau jalanin ketetapan
Allah atau nggak.
Ketetapan
Allah yang memerintahkan kita buat berperang sebagai tanda bahwa Allah ingin
menebar kebenaran dan menjatuhkan yang batil. Tinggal kita mau milih jadi yang
mana. Mau milih menjalankan ketetapan Allah yang berarti menebar kebenaran atau
jangan-jangan kita mau jadi penyumbah kekuatan supaya yang batil tetap kuat? Naudzubillah...
*) tulisan ini bukan hanya ucapan Pak
Quraish dari Tafsir Al-Misbah, tapi dibumbui pendapat penulis yang masih sangat
bodoh namun ingin membagi sedikit hal baik yang diperolehnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar