Deal!
Kamu mengikuti nasehat keluarga untuk berobat ke kang Ujang.
Dengan catatan : jangan sampai mereka memintamu berhenti dari pekerjaanmu.
April 2014
Kamu ditemani
mama dan papa pergi ke Bandung. Lokasinya di belakang bekas kampus IMTelkom
yang sekarang menjadi Telkom University. Sudah lama sekali kamu tidak
menginjakkan kaki di Bandung. Bandung. Masih sama. Kota dengan sejuta kenangan.
Manis dan pahit. Senyum dan tangis. Keluar tol pasteur menaiki fly over pasupati. Fly over yang dulu sering kamu lewati semasa kuliah. Menjelang
sore, kamu perlu menghabiskan 1,5 jam untuk tiba di rumah. Bandung dengan
keindahan romantismenya. Kamu menemukan cinta pertamamu di Bandung. Cinta
pertamamu yang juga mengkhianatimu. Kamu juga menemukan keluarga baru. Keluarga
yang siap mendengarkanmu dalam suka dan duka. Membantumu dalam kesulitan.
Menerjemahkan makna yang tidak pernah dapat diterjemahkan orang lain yang tidak
mengenalimu. Pokoknya keluarga yang levelnya satu tingkat dibawah keluarga
kandungmu.
Hai Bandung!
“Kang, Bunga tos
dugi.” Papa bersalaman dengan Kang Iwan. Bagian Pendaftaran.
“Siap. Diantos
nya.”
Bandung. Di kota
ini juga kamu belajar berbahasa sunda dengan lembut dan halus. Dari kota asal
kelahiranmu, tidak mungkin rasanya kamu bisa berbahasa sunda dengan lembut dan
halus.
“Bunga. Mangga
kalebet.”
Ruangan yang
sama. Ruangan empat tahun lalu yang pernah kudatangi hampir setiap bulan. Salah
satu dindingnya bergambar pohon dengan anak kecil memegang balon. Terlihat
sangat gembira. Ada satu jendela di sudut ruangan. Mengarah ke kolam ikan di
depan. Airnya mengalir. Gemericiknya menentramkan. Di dalam ruangan, ada tiga
kursi dan satu tempat tidur. Satu kursi menghadap jendela. Kursi untuk pasien.
Dua kursi lainnya untuk orang yang mengantar.
“Neng Bunga.
Kumaha damang? Damai?” Kang Ujang memasuki ruangan dengan wajah berseri.
Seperti biasa. Wajahnya terlihat bercahaya.
“Ieu, Kang. Tempo
lalu diparios ka dokter. Dokter nyarios anjeuna ngidap spasmofilia. Dokter oge
nyarios, anjeuna teu tiasa sembuh.” Jelas papa panjang lebar.
“Oh kitu. Sip sip!” Kang Ujang mulai memegang
pergelangan tangan Bunga. Kang Ujang menggeleng-geleng kepala. “Ini
sudah sangat parah. Sudah mengganggu sistem keseimbangan dan kekebalan tubuh.
Kalau tidak diobati bisa lebih parah. Ini memang penyakit yang langka di dunia
medis. Pasti dokter akan mengkambing hitamkan orang tua dengan mengatakan bahwa
ini adalah penyakit keturunan. Sebenarnya bukan keturunan, ini adalah penyakit
yang diakibatkan oleh pola makan yang tidak teratur, mengkonsumsi makanan yang
tidak sehat, tubuh terlalu lelah, stres, dan banyak lagi."
“Janten kedah kumaha, Kang?” Dari suaranya mama begitu
khawatir.
"Pola makan harus benar-benar dijaga ya, tidak boleh
terlalu lelah, jangan terlalu sering jalan, lari, apalagi naik sepeda, tidak
boleh makan makanan berserat tinggi, kolesterol tinggi, makanan yang mengandung
tepung, pedas, asam, pokoknya harus makanan sehat. InsyaAllah ini bisa sembuh dalam waktu empat bulan, asalkan...
herbalnya diminum sehari dua kali. rutin. jangan kelewat. Nanti dalam masa
penyembuhan karena penyakitnya sudah menyerang sistem kekebalan tubuh, akan
timbul alergi seperti gatal-gatal, timbul bintik-bintik kayak kebakar dan bisa
jadi melepuh. Jangan kaget, itu tidak berbahaya."
“Kang, Bunga nggak mau herbal godokan. Repot. Pengennya
dibuat jelly gitu.”
“Oh... ekstrak. Ya boleh dong.”
Yang kamu suka dari Kang Ujang, Kang Ujang tidak pernah
menjatuhkan mental pasiennya. Dia selalu membesarkan hati. Membawa segala hal
kembali pada ketentuan Allah SWT, manusia hanya dapat berusaha semaksimal
mungkin.
“Semua penyakit itu ada obatnya, Bunga. Tinggal bagaimana
kita sebagai manusia. Mau mencari tahu obatnya atau tidak. Jadi untuk
mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan, ada beberapa yang harus Bunga
minum. Ekstrak herbal ya. Itu sehari dua kali pagi dan sore. Jangan lewat jam
enam sore. Sekali minum dua sendok makan. Yang kedua, susu kambing. Ketiga, air
bersifat basa.”
“Kenapa susu kambing, Kang?”
“Menurut penelitian, susu kambing memiliki kadara kalsium
yang tinggi. Yang saat ini diperlukan tubuh Bunga adalah susu berkalsium tinggi
dan... rendah lemak. Partikel lemak pada susu kambing sangat kecil hingga mudah
diserap oleh sistem pencernaan. Beda dengan susu sapi. Susu kambing juga rendah
lemak.”
“Bukannya kambing banyak lemaknya?”
“Susu kalau kita diamkan lama, maka akan muncul lapisan
tipis diatasnya. Nah itu kadar lemaknya. Coba Bunga buat susu kambing dan susu
sapi. Mana yang lapisannya lebih tebal dan banyak? Pasti susu sapi.”
“Oke, Kang. Kalau gitu susu yang bagus susu apa?” Tanyamu
lebih rinci.
“Susu yang bagus. Ada buatan Amerika. Harganya Rp 250.000
per 300 gram kalau nggak salah. Yang kedua dari Australia. Tapi nggak tahu
berapa harganya. Paling bagus ketiga itu dari Malaysia. Kalau Malaysia punya
dikemasnya sachet. Harganya per sachet.”
“Oh ya sudah kalau gitu yang dari Amerika aja.” Sela
papa. Papa memang selalu berupaya memberikan yang terbaik.
“Kenapa nggak susu dari Indonesia aja, Kang?”
“Kambing di Indonesia pakannya udah nggak bagus, neng.
Jadi mempengaruhi kualitas susunya.”
“Kalau air minum basa? Kenapa harus yang bersifat basa,
kang?”
“Selama ini air yang kita minum bersifat asam. Air yang
bersifat asam akan membuat tubuh kita bersifat asam. Kalau tubuh bersifat asam,
maka akan mudah terserang penyakit. Kalau sifat basa, dia menahan penyakit
masuk dalam keadaan tubuh. Kondisi neng Bunga lagi menurun. Jadi disarankan
dengan sangat minum air bersifat basa. Di Jepang juga sudah diteliti. Hasil penelitiannya
valid.”
“Jadi gimana sekarang biar bisa dapetin air basanya,
kang?”
“Di Jepang ada alatnya, neng. Itu harganya sampe Rp 50
juta. Nah tapi sekarang udah ada beberapa yang punya dan diolah sendiri. Disini
juga jual.”
“Boleh, kang. Boleh! Supaya cepet sehat.” Papa merespon
dengan cepat.
Kamu hanya menghela napas.
Syukurlah pengobatan selesai.
“Janten sabaraha?” Tanya Papa pada kang Iwan.
“Ekstrak herbalnya janten kin enjing. Rp 1.2 juta. Air basana
tilu galon janten 225 ribu.”
“Upami susu kambing meser dimana, kang?”
“Aya di Setiabudi. Supermarket nu ngicalan barang-barang
import. Atanapi di Foodhall sareng Hero. Milarian wae nya Pak.”
“Hatur nuhun, Kang.”
Sebelum meninggalkan kota kenangan, papa mengajakmu ke
Supermarket. Lokasinya di Setiabudi bawah. Supermarket yang dulu kamu datangi
untuk membeli bahan-bahan makanan Jepang.
Ah! Harga susunya mahal! Kamu harus membeli empat kaleng
dalam sebulan. Harga per kalengnya Rp 250 ribu.
Tubuhmu begitu lelah. Sepanjang perjalanan mama membelai
rambutmu. Kamu tertidur di pangkuannya. Tetesan air mata mama menetes ke
pipimu. Buru-buru mama menghapusnya takut kamu terbangun. “Makanya coba Bunga
mau nurut sama urang ya, Pa. Semua nggak bakal gini. Nggak bakal separah ini.”
Kamu terbangun, “Ma. Bunga salah apa ya? Allah SWT selalu
kasih Bunga ujian kayak gini?”
Mama semakin lembut membelaimu, menenangkanmu, “Bunga kan
sholehah. Kuat agamanya. Allah cuma mau nguji kesabaran Bunga. Segimana Bunga
bisa kuat dan sabar ngelewatin semuanya. Bukan Bunga aja. Mama papa juga.”
“Maaf papa nggak bisa jagain Bunga.” Kamu benar-benar
menangis sekarang.
“Kalau Bunga nggak bisa sembuh gimana, Ma? Pa? Kan kang
Ujang juga bilang kalau ini penyakit langka? Gimana kalau nanti Bunga nikah dan
anak Bunga juga punya spasmo? Siapa juga yang mau nikahin Bunga kayak gini?”
“Bunga jangan mikir macem-macem. Bunga harus positive
thinking. Bunga selalu optimiskan.” Air mata mama pun tumpah. Kamu menangis. Mama
menangis. Papa pun diam-diam menghapus air matanya.
Hanya Allah dan mereka yang membuatmu kuat melewati
semuanya. Semuanya yang harus dilewati sampai Allah memanggilmu karena
menginginkanmu untuk jauh dari dunia yang selalu menyakiti hatimu. Sampai Allah
merindumu lalu memanggilmu pulang. Sampai Allah yakin kau sudah cukup untuk
belajar dan ibadah kepada-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar