Masih
dengan melodi yang sama, kecurigaan. Kecurigaan yang entah bermakna apa. Sudah
hampir dua minggu Andi tidak berkabar. Entah dia kemana. Whatsapp-Nya “online” terus. “Aa
kemana?” Tanyamu lewat telpon. Satu-satunya alat kalian berkomunikasi
hanyalah cellphone. Matamu tertuju
pada jam di dinding. Sudah pukul 23.00 WIB.
“Halo,
neng.”
“Aa.
Akhirnya aa angkat juga telpon neng. Apa kabar? Gimana pendidikan di sana? Aa
sehatkan? Kok aa nggak suka kasih kabar?”
“Neng,
aa di sini belajar. Bukan mau main-main. Aa sehat. Kamu gimana?”
Ini sudah hampir tiga minggu sejak
kepergianmu ke Bandung. Tapi tidak sekalipun dia menanyakan bagaimana hasil
pengobatanmu. “Alhamdulillah sehat, a. Aa
kemana selama ini? Aa nggak pernah bales bbm neng. Cuma dibaca aja. Wa neng
juga nggak pernah dibales, padahal aa online terus. Aa... neng menahan diri
nggak nanya macam-macam. Neng terus aja positive thinking kalau aa baik-baik
saja di sana. Tapi neng bener-bener khawatir, A. Neng kangen juga sama aa.” Tangismu
pecah.
“Aa
sibuk neng. Aa kelar kelas aja jam sembilan. Aa lelah ya mau istirahat.”
Jawabnya singkat jelas dan padat. Tiada lagi kehangatan yang kamu rasakan
darinya. Tiada lagi perhatian apalagi kasih sayang. “Ada apa?” Tanyamu dalam
hati. “Aa mau tidur ya.” Dia menutup
teleponmu begitu saja.
Dia berubah sejak masuk Depdagri...
----------------------------------
“Neng... alhamdulillah aa lolos administrasi. Tesnya minggu depan di UNPAD
Jatinangor.”
“Alhamdulillah
a... aa semangat ya. Neng Cuma bisa bantu doa ya. Aa kesana kapan?”
“Aa mau ambil cuti, neng. Nah aa
juga mau cek lokasinya dulu. Jadi aa pulang sore. Abis tesnya ya.”
Kamu menghabiskan setengah malam
bersamanya. Membantunya membereskan perlengkapan yang dia bawa ke Jatinangor.
Tidak begitu banyak. Hanya kemeja putih, kaos dalam putih, celana hitam, dan
keperluan lainnya.
Esok
harinya, kamu menunaikan sholat Duha lebih lama dari biasanya.
Kamu menyebut namanya berulang kali
dalam doa. Berharap dia mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan tesnya.
Berharap dia akan baik-baik saja lalu kembali dengan utuh. Kembali dengan
cintanya untukmu. Cinta yang utuh. Kali ini kamu juga tidak makan siang di
kantor. Kamu memutuskan untuk berpuasa agar dia mendapatkan kemudahan. Agar dia
mendapatkan apa yang diinginkannya; lolos tes CPNS Depdagri.
Dia bilang, itu cita-citanya untuk
membahagiakan orang tua dan kamu. Dia ingin segera meminangmu, untuk itu dia
harus memapankan diri. Memantaskan dirinya. Lagi pula mana mungkin kalian
menikah satu kantor?
Dengan khusyuk yang sesekali kamu
memohonkan masa depan bersamanya, kepada Rabb yang Maha Segala.
Sore itu, kamu pulang lebih awal. Meninggalkan
berkas-berkas analisa nasabah. Menyiapkan senyum terhangat untuk menyambut sang
kekasih hati.
Wajahnya
terlihat begitu letih. Letih sekali. Tapi keletihannya yang membuat cintamu
semakin besar. Karena dia selalu menyebut namamu dalam cita-citanya. Dia menyebut
nama kalian bersandingan. “Gimana tesnya, a?”
“Lancar, sayang... aa dapet skor
paling tinggi. Mudah-mudahan bisa lolos ya. Kalau lolos, aa nikahin kamu!”
“Jadi nggak mesti nunggu neng masuk
BI kan ya, a?” Aku menggodanya.
“Ya perlu dong sayang. Kamu juga
harus keluar dari kantor yang sekarang. Masa aa di depdagri kamu masih di sini?
Apa kata orang.” Dia mencubit pipimu. Kamu menghindar seketika.
“Tapi neng fokus sembuh dulu ya, a.”
Andi tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar