“Terus saya harus gimana, dok?”
“Saya kasih resep buat beli kalsium ya. Dimakan setiap
pagi sebelum aktivitas satu tablet. Nanti kalau ternyata aktivitasnya banyak,
kunyah dua aja.” Dokter menulis resep.
“Dok, apa ini nggak bisa disembuhkan?”
“Spasmofilia itu bawaan, kelainan. Jadi belum bisa
disembuhkan. Dan memang belum ada ilmu medis yang bisa menyembuhkannya. Tapi
kamu bisa kontrol itu. Kamu harus hidup lebih tenang, relax, dan jangan sampai
kelelahan atau stres berkepanjangan.”
“Kenapa bisa saya, dok? Dan sejak kapan saya mengidap
spasmo?”
“Prediksi saya sekitar dua atau tiga tahun yang lalu.
Spasmo itu karena keturunan.”
“Jadi orang tua saya juga punya spasmo? Apa hubungannya
spasmo dengan sakit kepala bagian belakang saya, dok? Dan kenapa kaki saya
sampai tidak bisa digerakkan?”
“Ada. Jadi kalau kamu stres itu otak membutuhkan kalsium
lebih banyak. Otak akan mengambilnya dari sel-sel di tulangmu yang membawa
kalsium itu. Ketika kalsium tidak dapat dipenuhi. Maka tentu otak pun akan
merespon dengan tidak baik. Maka kakimu bisa sampai mati rasa atau hanya
kesemutan biasa kalau ringan.”
“Pantangannya apa, dok?”
“Jangan banyak jalan, lari, apalagi naik sepeda. Kamu
benar-benar tidak diperbolehkan naik sepeda. Akan sangat berbahaya.”
Wajah ibumu memerah. Sepertinya menahan tangis. Ibu mana
yang tidak sedih mendengar anaknya sakit dan tidak bisa sembuh. Kalian keluar
ruangan sambil membungkam mulut. Kecanggungan datang karena kalian masih sangat
terkejut dengan kabar dari dokter. “Ma, Bunga bakal baik-baik aja. Ini nih.
Bunga sehatkan? Dokter lebay.” Kamu mengusap tangan ibumu dengan lembut. Lembut
sekali. Meski kamu pun menahan tangis.
Namun tangis tetap tidak dapat dibendung. “Mulai
sekarang, Bunga harus denger omongan mama. Bunga nggak boleh terlalu capek.
Bunga nggak boleh stres. Bunga harus jauhin hal-hal yang buat Bunga stres.”
Ibumu menangis.
Kamu hanya mengangguk dan meneteskan air mata.
Orang tuamu khawatir sekali. Sayang. Kepalamu rupanya
lebih keras dari batu. Kamu memaksa untuk tetap tinggal di Kos dan baru masuk
kantor di hari Senin. Kamu terlalu yakin kalau kamu akan baik-baik saja.
Orang tuamu mulai mengontrol hidupmu dengan lebih ketat.
Memastikan kalau kamu sudah makan dengan meneleponmu lebih sering lagi.
Ya. Allah swt menguji umat-Nya dengan banyak cara.
Memberikan kenikmatan juga bencana yang sebenarnya membawa rahmat juga. Allah
swt sedang mengujimu. Menguji kedekat imanmu. Dalam ujian inilah, kamu semakin
dekat dengan-Nya. Setiap malam kamu bangun hanya untuk bermesraan dengan-Nya
dalam doa yang selalu kamu alunkan. Dalam harapan yang selalu kamu gantungkan.
Dan dalam keyakinan yang selalu kamu agungkan. Kamu yakin. Kamu pasti bisa
sembuh. Semua hidup bahagiamu akan kembali.
Satu hal lagi, syukurlah Andi kembali kepadamu. Kembali
meski hanya beberapa bulan saja sebelum akhirnya dia juga akan mengeluhkan
“keistimewaan” yang kamu miliki. Sebelum dia benar-benar pergi karena kamu yang
terus sakit-sakitan.
Kamu juga mengikuti aturan dokter untuk memakan obat
kalsium satu tablet setiap pagi hari. Apa daya. Bukannya semakin baik, daya
tahan tubuhmu semakin menurun. Tubuhmu semakin lemah. Tulangmu mulai
menunjukkan gejala yang lebih parah. Digerakkan sedikit, lututmu akan berbunyi.
Sering kali tiap malam kamu menahan sakit karena kaki yang tidak dapat
digerakkan. Tiap malam juga kamu menahan sakit kepala. Andi yang menemanimu
tidak bisa juga memaklumi kondisimu. Dia masih saja sering memarahimu,
melukaimu, manyakitimu, membuatmu menangis, dan membuat “keistimewaan”-mu kambuh
ke permukaan. Dia masih saja seperti itu. Melukaimu dengan indah sampai nanti
dia meninggalkanmu.
“Keistimewaan”-mu ini
menggerogoti kesehatanmu yang semakin menurun. Mamamu hanya menangis melihatmu
kondisimu saat ini. Berat badanmu turun drastis, 10 kg dalam satu bulan.
1 komentar:
itu benar ga boleh sepedaan?
Posting Komentar