

thank you so much my AA and my Teh Nengni
I Love you all... and teh Nengni is my real sister in law. because she loves me like her own sister :)
“Kalau ada dua orang yang kehausan, yang satu berteriak “Aku haus mama... aku haus mama...” sedang yang satu lagi tidak berkata apapun, ia hanya beranjak dari duduknya dan mengambil segelas air putih. Menurut Ni, mana yang benar-benar haus?”
Pertanyaan yang setahun lalu pernah dilontarkan seorang pria padaku. Senior di SMA. Aku langsung menjawab, “Yang kedualah. Dia tidak mengatakan apapun. Langsung bertindak.”
Begitu pun dalam sebuah kerinduan, katanya. Ketika aku merindukan seseorang aku harus buktikan kerundian itu. Bukan hanya dengan ucapannya. Sejak saat itu, aku tidak pernah berpikir akan benar-benar merindukan seseorang. Bahkan ketika mama dan bapak ada di Rangkas pun aku tidak pernah berani mengatakan “rindu”. Aku takut rindu yang kuucap itu hanya ucapan belaka, bukan rindu sesunguhnya. Padahal kala itu, aku benar-benar merindukan mama dan bapak. Tapi aku tidak bisa pulang ke Rangkas, memeluk mama dan bapak, membiarkan mereka mencium pipi dan keningku. karena aku harus kuliah.
jadi? Haruskah kesungguhan rindu dicurahkan dengan pandangan sesempit itu? Bagaimana kalau aku merindukan Mutia Muthahirah (sahabat terkasih) di Makassar? Bagaimana kalau aku merindukan sahabat lain yang ada di luar kota sedang kantong tidak mendukung untuk segera meluncur kesana, membuktikan rindu yang kurasa? Bagaimana?
See?!
Untuk menunjukkan bukti rinduku pada seseorang, aku terbentur Budget Constraint. Dimana pendapatan yang kuperoleh tidak cukup untuk membawaku membuktikan rindu kepada orang yang kurindukan. Karena aku harus mempertimbangkan konsumsi saat ini dan masa depan (termasuk konsumsi di akhirat). Jadi? Ketika aku mengeluarkan pendapatan melebihi Budget Constraint, aku tidak akan mendapatkan utility maximization.
Untuk menunjukkan bukti rinduku pada seseorang, aku terbentur teori MRS. Marginal Rate Substitution. Aku harus mengorbankan sesuatu yang lain demi mencapai sesuatu yang lain. Ketika aku dihadapkan pada pilihan untuk membeli makan siang di kampus (dulu sebelum bawa bekal :D) atau aku harus menabung lebih banyak agar bisa menemui orang yang kurindu, sepertinya aku akan memilih membeli makan siang, karena itu adalah modal utama aku dapat tumbuh dan berkembang :D. Untuk bisa mengunjungi teman di Makassar, aku harus mengorbankan porsi makan (membeli sedikit makanan agar uang yang ke luar sedikit juga). Intinya disini adalah, seseorang harus memilih satu hal yang mampu memuaskan dirinya. Tidak bisa memilih keduanya.
So?!
Haruskah ketika rindu kita menemui orang yang kita rindukan?
jawabanku adalah TIDAK! Cobalah ungkapkan kerinduan yang dirasakan maka dampaknya akan sangat baik. Akhirnya sering kuungkapkan rinduku pada mama dan bapak setiap kami berpisah. Akhirnya sering kuungkapkan cintaku pada mama dan bapak setiap kami berpisah atau tidak.
Aku akan lebih sering mengungkapkan rindu dan cintaku pada mereka, mama dan bapak. Sekalipun aku yakin, meski tidak ada satu kata rindu dan cinta yang kuucap, mereka tahu aku mencintai mereka... tapi aku hanya ingin mengungkapkannya selama masih ada waktu untukku bertemu mereka.
“I LOVE YOU” is not gonna be my last words... because i always say it, till the end of my time.
“seperti sebatang pohon yang ditancapkan paku. ketika paku itu dilepas, maka bekasnya akan terus ada.”
“seperti sebuah tembok yang dipasang paku. ketika paku itu dicabut, bekasnya akan selalu ada.”
dua kalimat bermakna sama. ketika sebuah hati terkhianati, akan sangat sulit untuk menghilangkannya. seakan terus membekas. menjangkit... mempengaruhi tingkah laku dan pola pikir korbannya.
“Lubang paku itu akan hilang kalau ditambal.”
ketika mengatakan sulit untuk dihilangkan, bukan berarti itu tidak mungkin hilang.
tembok pun masih bisa ditambal dengan olahan semen yang mungkin jauh lebih kuat dan berkualitas sangat baik. ketika penambalan itu selesai, tentulah masih ada bekas. karena semen yang baru tidak akan sama dengan tembok yang sudah usang termakan waktu. tapi tak apa... itu upaya untuk menjadi lebih baik. tahap selanjutnya setelah menambalnya... catlah tembok secara keseluruhan (tembok yang sudah ditambal is included). dengan begitu, hilanglah bekasnya secara kasat mata.
intinya adalah... segala upaya dapat dilakukan membuka lembaran baru. membuka kehidupan baru yang jauh lebih baik. karena...
ketika sakit menerpa, ketika luka terhempas menghadapmu, ketika pilu lirih menghantammu, ketika air mata tak hentinya meraja, ketika virus kesedihan menjangkit
yakinlah... Allah Subhanahu Wa Ta’ala bersama. yakinlah akan ada sehat setelah sakit, akan ada suka setelah luka, akan ada riang setelah pilu, akan ada senyum setelah air mata, dan akan ada kebahagiaan setelah kesedihan
yakinlah... Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak pernah tidur, tidak pernah tuli, tidak pernah buta.
“aku akan menambal lubang itu.”
teriakkan dengan kencang! dengan begitu seluruh tubuhmu akan merespon dengan baik. maafkan lalu lupakan paku yang dicabut. lupakan lalu perbaiki lubang itu.
till last night, hati masih saja terus bersiteru. menyayangkan amanah yang diembankan kepadaku. Aku hanya ingin belajar yang baru. Bukan sekretaris lagi dan lagi.
tapi tahukah sesuatu?
aku sadar satu hal... dan kesadaran itu setelah sahabatku mendekat dan mengatakan, “Van... aku...” dari wajahnya... memperlihatkan bahwa ia belum siap mendapat amanah sebagai Sekretaris Umum.
satu kalimat terlontar dari mulutku begitu saja, “Anggaplah itu hadiah dari Allah sebagai hasil proses belajar kita selama ini, Tik!” (Ups! jadi nyebut merek)
kalimat yang kulontarkan dengan sendirinya, menyadarkan kekerasan ego yang terus menyelimuti hati. keengganan diri mendapat amanah yang diembankan dengan keyakinan bahwa aku berhak mendapat pelajaran baru. bukan hanya sebagai sekretaris.
ANGGAPLAH SEBUAH HADIAH YANG ALLAH SWT BERIKAN SEBAGAI HASIL PROSES BELAJAR KITA SELAMA INI.
siapapun yang memberikan aku sebuah hadiah, aku akan menjaganya dengan baik. bahkan ketika seorang pria memberiku sebuah gelang magnet hitam kurang lebih 8 tahun lalu, masih kusimpan dengan baik. kenapa ketika hadiah itu datangnya dari Allah aku malah menolaknya?
istighfar selalu kulantunkan. aku benar-benar merasa sombong pada apa yang telah kulakukan dulu. hingga kupikir aku berhak mendapatkan kesempatan belajar yang berbeda dari sebelumnya. bodoh! padahal dulu pun mungkin aku belum dapat apa-apa. dan sekarang aku akan kembali lagi dari nol. belajar dengan baik. berharap akan ada banyak hal yang dapat kupetik.
sekarang, hadiah ini akan kujaga dengan baik. kurapikan ia setiap waktu. melapisinya dengan emas kesungguhan dan tanggung jawab sebagai bungkus terakhirnya. ini bukan hanya untuk urusan dunia saja... tetapi kelak akan kusampaikan pertanggung jawabanku di hadapan Sang Pemberi hadiah.
Terima kasih Ya Allah...
Engkau telah memberikan hadiah terbesar ini melalui tangan mereka. melalui pikiran mereka. terima kasih
Belajar kehidupan bukan hanya duduk memperhatikan atau hanya sekedar menatap dosen. Tetapi banyak hal yang bisa dilakukan. Mendengarkan cerita pengalaman orang lain, melihat lingkungan sekitar, dan masih banyak lagi.
Salah satu belajar dari sepasang spion yang selalu bertengger di motor matic merah yang sejak 5 tahun lalu diamanahkan mama dan bapak untuk terus kukendarai sampai suatu saat berganti menjadi roda empat.
Spion itu digunakan untuk melihat ke belakang. Supaya ketika kita mengarahkan stang ke kiri atau kanan tidak akan membuat orang lain terganggu atau bahasa sundanya karegok. Spion menjadi salah satu pengaman di kendaraan. Menurut saya. Setiap kali kejenuhan mulai menghadang kesendirianku di atas motor, aku langsung melihat spion kanan dan kiri. Yang lalu dilanjutkan dengan menarik gas setarik-tariknya.
Aku belajar dari sepasang spion.
Selama di perjalanan menuju Dayeuh Kolot, aku terus memperhatikan spion. Melihat kendaraan-kendaraan yang sudah kulewati. Ketika aku terus melihat kendaraan lain di belakang motorku melalui spion, aku tidak akan fokus melihat kendaraan yang ada di depanku. Tiba-tiba saja truk kuning berisi sampah ada di hadapanku. Alhamdulillah daya reflekku cukup tinggi. Segera kubanting stang ke kiri. Yang lagi-lagi sebelumnya kulihat spion kiri untuk memastikan jalan sebelah kiri steril dari kendaraan apapun juga. Hatiku dirundung kepasrahan. Entah apa yang akan terjadi detik berikutnya setelah stang kubanting ke kiri. Mungkin menabrak trotoar, tihang lampu merah, atau mungkin menabrak kendaraan lain. Dalam hati aku terus berdzikir. Alhamdulillah Allah selalu melindungiku. Dari kejadian tadi pagi, aku belajar. Belajar dari sepasang spion.
Pun kehidupan. Ketika aku terlalu fokus dengan masa lalu yang membuatku jatuh terus-menerus, maka aku tidak akan pernah bisa peduli dan sadar bahwa akan ada hal besar di hadapanku. Dan ketika aku terfokus hanya pada masa lalu yang telah kulewati, maka kehancuran lainnya akan menungguku.
Bukan artinya kita tidak boleh melihat masa lalu. Pastinya ada dua hal yang kita lewati di masa lalu. Hal baik dan hal buruk. Apa itu hal baik? Hal baik adalah... ketika kita mengingatnya membuat kita semakin dekat dengan Sang Khalik. Selain itu, ketika kita mengingatnya... maka motivasi untuk terus menjadi lebih baik akan muncul. Darinya kita bisa memetika banyak hal untuk memperbaiki diri di waktu mendatang. Tapi hal buruk?! Tidak! Ketika kita mengingatkannya, kita tidak akan pernah maju satu langkah pun. Atau dengan mudah kita akan memutuskan untuk berhenti. Begitulah masa lalu.
Aku akan membiarkan spion terpasang dalam kehidupanku. Untuk melihat kendaraan yang telah kulewati di belakang... sehingga dapat meminimalisir kejadian kecelakaan lalu lintas yang mungkin tiba-tiba akan memelukku. Tapi tidak akan pernah kubiarkan mata melirik ke belakang melalui spion sedikit pun jika hal itu semakin membahayakan diriku.
Begitu jua dalam kehidupan. Aku tidak akan pernah membiarkan masa lalu buruk –yang paling ingin kulupakan- menghalangi dan menghancurkan masa depanku. Sesekali kulihat ke belakang, agar aku tidak lagi melakukan kesalahan yang sama yang kulakukan di masa lalu.
See! When i wrote this notes, i remembered a tragedic which happened 4 years a go. I will not remember it. Because when i remember it, i just feel so... so bad. I will see my beautiful past which will make me beautiful in my future.