Ini dunia barumu. Benar-benar baru.
Ruang kelas yangg mampu menampung sampai 60 orang. Di sisi satunya terdapat
jendela lebar. Jendela yang memperlihatkan pemandangan luar. Di sisi lain
terdapat layar putih untuk proses belajar-mengajar. Meski diperkirakan cukup
untuk 60 orang, bangku yang tersedia hanya untuk 40 orang. Ya. Ruang kelas di
lantai tiga itu, akan berisi 40 orang. Pandangan matamu berkeliling. Sudah dua
minggu kamu dan mereka bersama. Kamu sudah cukup ingat nama dari setiap mereka.
Kepalamu dirundung pertanyaan yang menakutkan, “Bisakah aku bertahan disini?
Pantaskah aku disini?” Semua pertanyaan yang kabur seketika. Bagimu lebih
menarik memandangi wajah mereka satu persatu. Para lelaki terlihat sama.
Berambut cepak, berkemeja putih, berdasi, dan bercelana hitam. Secara otomatis
mereka menyeragamkan diri. Berbeda dengan wanita. Terlihat lebih variatif.
Kerudung bermotif. Rambut yang berwarna. Hanya satu yang sama. Kulit yang
menghitam. Mereka semua memiliki kulit yang masih berwarna gelap akibat
terbakar matahari selama dua minggu.
Entah harus bersikap seperti apa.
Rasanya kamu harus mencari jati dirimu lagi. Sudah hampir satu tahun kamu tidak
merasakan sebuah ruang kelas. Kini kamu harus kembali duduk, membaca buku pelajaran,
mendengarkan pemateri. Belum lagi teman-temanmu yang berkualitas tinggi. Kamu
harus bisa, Bunga. Kamu harus bisa
menunjukkan pada dunia kalau kamu ada. Kamu hadir. Kamu akan memegang piala
kemenangan. Bukan juara. Tapi piala atas kemenanganmu melewati ujian lain dalam
kehidupanmu. Piala yang kamu peroleh langsung dari Allah SWT. Bukan piala
buatan manusia yang tidak abadi.
Kamu duduk di barisan ketiga dari
belakang. Entahlah. Kamu hanya ingin mengamati lingkungan lebih dulu. Dengan
duduk di belakang, kamu bisa melihat kebiasaan orang selama dalam kelas. Kamu
pun akan punya jarak yang jauh dengan pemateri, untuk melihat bagaimana
pemateri menguasai sebuah ruang kelas. Seorang pria berjas sederhana memasuki
ruangan. Usianya sekitar empat puluh tahunan. Kalau tidak salah. Beliau
memberikan materi seputar perbankan secara umum. Kamu mengamati dengan sangat
baik.
Hari
berjalan begitu cepat
Kamu
tidak merasa bosan. Perbankan. Industri yang sudah kamu masuki sejak satu tahun
yang lalu. Selalu saja menjadi topik yang kamu sukai. Kamu tidak banyak
bertanya tadi. Mungkin belum.
Senja turun. Warna jingga berubah
menjadi gelap. Bintang pun tidak terlalu ramai. Hatimu lagi-lagi digemuruhi
oleh masa lalu yang kamu sendiri tidak tahu kapan lenyapnya. “Aku tidur duluan
ya, Lia.” Lepas menunaikan kewajiban lima waktumu, kamu pamit tidur lebih dulu.
Sayangnya. Lia melihat guncangan
tubuhmu yang menahan diri. Menahan diri agar tangismu tidak terdengar. Yes. Ini bukan kali pertamanya Lia
melihatmu sesenggukkan. Kalian sudah tinggal satu kamar. Dia tahu betul. Kamu
pasti akan tertidur dengan mata sembab. Tertidur dengan pertanyaan yang selalu
sama, “Why?” Kenapa Andi
meninggalkanmu begitu saja. Seringkali kamu meluapkan rasa sedihmu pada Lia.
“Aku cuma mau tahu kenapa dia ninggalin aku, Lia. Setelah tahu, mungkin aku
akan bisa melepaskannya.” Itu ucapmu. Lia pun hanya mampu memelukmu. Baginya
pelukan cukup menenangkanmu. Meski tidak berpengaruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar