“Hem...
Andi minta aku kasih kesempatan buat dia supaya bisa kenal aku lebih dekat.”
Kamu bertemu dengan Radit malam sebelumnya.
“Iya betul. Kamu belum menetapkan
pilihan. Jadi kamu harus adil. Kasih orang lain kesempatan juga buat kenal
kamu. Kamu juga harus memilih. Jadi gimana kamu bisa milih kalau kamu sendiri
nggak buka hati ke cowok lain.”
“Bener nggak apa-apa?”
“Sebenernya...”
“Apa?”
“Mama papa juga lebih pengen aku
sama Andi.”
“Oke kalau kamu kasih kesempatan ke
Andi buat kenal kamu lebih dekat. Tapi kamu juga harus kasih aku kesempatan
supaya bisa lebih deket sama keluarga kamu.”
Kamu terdiam.
“Kamu suka Andi?”
“Suka bisa datang dari kebiasaan
mas.”
Pergilah kamu meninggalkan Radit.
Mudah-mudahan Radit mengerti kalau itu adalah sebuah penolakan.
1
April 2013
Lokasi
: Garden Cafe XXI Metropole, Jakarta
Kali
pertamanya kalian pergi berdua. Kamu dan Andi. Andi mengajakmu berbuka di sana.
Katanya makanan di sana cukup enak.
“Hei! Kok ngelamun?” Andi
mengagetkanmu.
“Nggak apa-apa. Mas. Ada yang mau
aku sampein.”
“Apa?”
“Kemaren aku minta pendapat mama
tentang kamu. Tapi aku mau tanya dulu. Tempo lalu kamu ngajak nikah. Apa itu
serius, mas?”
“Apa aku kelihatan bercanda?”
“Tapi kenapa nggak lama kamu bilang
mau nikah sama dokter. Aku kan bukan dokter.”
“Aku cuma mau tau ekspresi kamu
gimana. Kamu itu terlalu berhati-hati kalau bicara. Terlalu memageri diri kamu
sendiri. Kenapa? Kamu takut disakitin?”
“Iya. Aku pernah ada rencana
langsung menikah setelah lulus kuliah. Sama lelaki yang dekat denganku. Setelah
dua bulan aku menyuruhnya untuk istikharah, dia tetap memintaku jadi istrinya.
Tapi lepas kuliah, aku malah ditinggalin. Aku jadi harus lebih waspada.”
“Bunga.. Bunga... nggak semua lelaki
itu sama. Kamu nggak boleh kaku kaya kemaren.”
“Oke kalau emang kamu serius.
Sebaiknya kita jalanin ini lebih serius. Mama juga komentarnya positif kemaren.
Aku udah nggak mau main-main lagi.”
“Kamu pikir aku mau main-main?
Minggu ini kita ke rumahku ya. Biar kamu kenalan sama mama papa. Mama papa oke.
Kita langsung urus pernikahan.”
Matamu berbinar. Adzan berkumandang.
Sangat baik menyegerakan untuk berbuka. Kamu meneguk segelas air putih. “Jadi?”
Andi bertanya. Hendak menyimpulkan percakapan kalian.
“Ya udah. Kita jalanin aja.”
Andi melipat uang Rp 2000 membentuk
hati. “Aku cinta kamu.”
“Jadi cintanya cuma Rp 2000?” Kamu tertawa.
“Sayang juga kalau ngelipet yang Rp
100.000. Nanti aku bayarnya gimana?” Andi tertawa.
Kalian berjabat tangan, “Dengan
bismillah, bismillahirrahmaanirrahiim, kita
sama-sama niat baik buat jalanin semuanya ya, mas.”
Andi tersenyum.
Ah mataku berkaca-kaca mengingat kejadian indahmu dengannya. Yang kamu
tahu hanya tersenyum bahagia. Membiarkan cinta tumbuh dengan sendirinya.
Sayangnya kamu tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi padamu di masa
depan. Kasih yang kamu rasakan tidak akan bertahan lama, Bunga. Tidak akan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar