Rabu, 27 Februari 2013

Setelah masa penantian


Setelah tiga bulan selalu berusaha mencari kerja, akhirnya Allah swt mempertemukanku dengan jodoh pekerjaan. Agak menyesal. Setelah yudisium, bukannya langsung cari kerja, aku malah ingin berleha sejenak. Mengapa demikian? Sejak selesai skripsi, aku sudah apply di beberapa perusahaan. Ada panggilan psikotes memang. Tapi bapak tidak mengizinkan kalau aku harus bolak-balik Jakarta-Bandung padahal waktu wisuda sudah sangat dekat. Aku menuruti nasehat bapak.
Di Desember… setelah wisuda, aku aktif mengikuti beberapa job fair di Bandung. Salah satu perusahaan besar memanggilku untuk melalui tahapan tesnya. Sampailah dua minggu aku mengikuti setiap tahapnya. Dari mulai psikotes tahap satu, tahap dua, sampai interview psikolog. Sayang. Aku hanya berjodoh sampai bertemu dengan psikolog. Ada beberapa panggilan kerja yang lagi lagi harus kuabaikan di Bandung. aku memutuskan untuk memenuhi panggilan tes kerja salah satu bank di Jakarta. Psikotes yang tidak pernah kulupakan. Sekaligus psikotes yang mengantarku di ruang kerjaku sekarang.
Masih teringat jelas, awal psikotes, hujan tiba-tiba turun dengan deras. Aku pergi dengan Pak Asmuni –ojeg- menuju Melawai. Bajuku setengah basah. Sedang celana, sudah basah kuyup. Terima kasih Pak Asmuni yang sudah mengantarku. Di ruang tes, aku kedinginan lagi. Konsentrasi buyar. Pasrah. Siapa sangka. Setelah psikotes, namaku dipanggil ke dalam empat besar dengan IQ yang memenuhi kualifikasi dari 12 orang. Bagiku, itu adalah prestasi yang besar, namun tetap tidak patut dibanggakan. Kecuali kalau membanggakan kedua orang tuaku, maka aku bangga karena telah membanggakan mereka, bukan karena prestasinya.
Selama beberapa minggu aku di Jakarta, Tangerang lebih tepatnya. Tinggal di rumah Aa. Mengikuti beberapa tes kerja yang bertubi-tubi datang. Dan semuanya dari Bank. Bank konvensional dan syariah.
Syukur Alhamdulillah… bila waktu telah tiba, Allah swt senantiasa memberi kemudahan dan seakan semua pintu terbuka lebar.
Januari tiba. Semua pengumuman psikotes di Desember belum juga keluar. Kejenuhanku mendera. Aku kembali ke Bandung dengan perjuangan yang sama; mencari pekerjaan. Mama dan bapak paham betul kalau aku merasa jenuh meski aku tidak pernah mengungkapkan kejenuhan yang mendera. Mama dan bapak selalu menasehatiku dengan sabar. Mengingatkanku untuk terus berusaha dan bersabar. Aa, teteh, Na, dan Epang juga menyemangatiku dengan rajin. Sungguh mengharukan. Mereka menyemangatiku dengan cara yang berbeda-beda. Aa yang menasehati dengan bijak, teteh yang menyemangati dengan candaan, Na yang selalu siap-antar jemput, dan Epang yang menyemangati sembari mengejek. Sungguh saudara yang luar biasa. Tidak lupa juga ada seseorang di sana yang selalu siap sedia mendengar keluh kesahku. Aku memang tidak berani mengeluh pada mama bapak, tapi padanya, aku mengeluh. Dialah bagian dari separuh hati. Dia juga yang selalu menyemangatiku dari kejauhan jarak. Belum lagi, aku punya Allah swt yang segalanya bagiku. Cukup bagiku.
Perlahan pengumuman psikotes datang. Mendadak dari Bandung aku harus kembali ke Jakarta karena ada panggilan interview di beberapa bank. Aku selalu berupaya untuk tampil maksimal. Kata Aa, ikuti semua tesnya dengan sungguh-sungguh, nanti petik panennya bersamaan. Semua tes sudah kuikuti sampai tahap akhir. Hampir di akhir. Bapak bilang, aku harus sudah punya keputusan mana yang akan kupilih. Bapak begitu optimis.
Tepat di Februari, satu Bank Syariah menghubungiku. Akhirnya kuputuskan untuk menimba ilmu dan pengalaman di bank yang sekarang tempatku bekerja. Sungguh menyenangkan. Kekeluargaan yang erat meski aku harus pulang diatas jam pulang kerja. Aku yakin. Ini adalah jodoh yang Allah swt siapkan untukku. Di sini, aku bisa belajar banyak hal. Baru saja dua minggu aku menjalani training, beberapa bank menelepon lagi untuk offering letter. Sungguh luar biasa. Bila memang waktunya tiba, Allah swt beri segalanya.
Yap! Banyak hal yang kupetik di masa penantianku. Ini dia beberapa poin-nya:
....... Hal yang aku sesali adalah: MENGELUH. Aku sempat membuat telinga dan mata abang panas karena harus mendengar dan membaca keluhanku. Tapi abang selalu mengingatkanku. Hingga akhirnya di pertengahan Januari, aku mulai menikmati aktivitasku di rumah.
....... Aku pernah merasa aku ini bodoh karena sulit mendapat kerja. Tapi kata Aa, dalam pekerjaan tidak ada yang bodoh dan pintar. Ini semua perkara jodoh. Kalau Allah swt sudah menghendaki kita berjodoh dengan satu pekerjaan, maka kita harus sabar menunggunya. Kata Aa, semua yang ada di dunia ini juga ada jodohnya. Termasuk diriku dengan pekerjaan yang sesuai.
.......Kalau waktunya tiba, semua akan datang tidak terduga. Begitulah faktanya. Aku harus yakin, kalau Allah swt selalu menyiapkan waktu tepat yang indah untuk menghadiahkan sesuatu bahkan segala hal padaku. Tinggal tunggu waktunya. Tapi juga harus BERUSAHA.
.......Tetap berupaya. Usaha memang penting. Tapi doa juga tidak kalah penting. Kalau terus berusaha tanpa berdoa… sungguh sombong sekali. pada dasarnya segala yang terjadi di dunia ini juga kehendak Allah swt yang sebanding dengan usaha kita.
....... Dan yang terakhir, kalau semua tawaran fix kerja datang, istikhoroh laaah. Pilih pekerjaan yang bisa meningkatan intelektualitas dan kapabilitas. hehehe

Tidak ada komentar: