Sabtu, 25 Februari 2012

for my beloved twin sister

Untuk kakakku yang senang menggalau di akhir pekan…

Tidakkah dirimu lelah membayangkan dirinya yang ternyata tidak pernah membayangkanmu?

Tidakkah dirimu kasian melihat lingkungan yang selalu menerima kegalauanmu di akhir pekan?

Ayolah kakak… dunia tidak akan membuatmu melupakannya. Tapi Allah yang akan menutupi mata, hati, dan pikiranmu dari bayang-bayang tentangnya.

Kakak…

Sebanyak apa air mata yang kau tumpahkan karena merindukannya

Sebanyak apa uang yang kau hamburkan untuk mengalihkan perhatianmu pada ingatan tentangnya

Itu akan sia-sia kakak

Seperti yang kubilang, jika kau ingin melupakannya dengan jalur duniawi, mohon maaf. Jalur buntu. Kau tidak akan pernah mendapatkan kebaikan apa-apa. tapi cobalah kau renungkan dan minta pada-Nya segala hal yang terbaik.

Aku tidak pernah menyalahkan atas jatuhnya dirimu ke dalam buai cinta, kakak.

Tapi kini aku semakin perih… melihat dirimu selalu menggalau di akhir pekan. Sejak di rahim bersama, aku tahu seperti apa dirimu. Kita menggunakan bantal yang sama. berada di rahim yang sama. dan lahir dari seorang ibu yang sama. kita tumbuh bersama. Kau tidak seperti ini, kakak.

Yang kutahu engkau sangat kuat. Bahkan setiap kali ada lelaki atau wanita lain menggangguku. Kaulah yang berdiri sebagai tebingnya. Kau selalu melindungiku. Memang. Kita tidak lagi bersama. Tapi kakak… aku harap itu tidak melemahkanmu.

Ada pepatah yang mengatakan, bahkan baja yang tebal pun akan bengkok jika terkena panasnya api cinta. Patahkan itu, kakak! Dirimu bukan baja! Bukan! Dirimu lebih kuat dari baja!

Ayolah kakak! Hidupmu masih panjang! Kita punya impian lulus bersama di tahun ini. kau akan datang di acara wisudaku, aku pun begitu. Semahal apapun undangannya nanti, aku akan beli.

Kakakku sayang, aku tidak pernah membenci sikapmu yang seperti ini. tapi aku sangat tidak menyukai dirimu yang terus terpuruk pada masa lalumu. Kakak. Ada dua orang disana. Disana menantimu untuk sukses. Menantimu dalam doa. Merekalah orang tua kita yang menaruh harapan besar pada kita. Yang mengharapkan kebahagiaan bagi kita. Lalu? Apa kau ingin menghancurkan harapan mereka dengan kebodohanmu?

Aku selalu percaya, apa yang terjadi esok dipengaruhi oleh apa yang terjadi hari ini. kalau kau mau begini di hari ini. tunggu waktunya akan tiba, aku akan berlari sambil berteriak, “Dadah bye bye, kakak… you choose to stay. I choose to run. Sorry. Time’s up.”

Minggu, 19 Februari 2012

rumah impian

Aku selalu punya impian, memiliki sebuah rumah yang kepemilikannya atas namaku. Bukan atas nama suami. Aku punya alasan jelas mengapa aku ingin begitu. Tapi itu semua berasal dari experience yang mewarna.

Rumah. Ketika satu kata itu yang muncul di kepalaku. Langsung terbayang sebuah tempat sholat. Ya... aku ingin punya sebuah mushola yang bentuknya seperti panggung. Di bawahnya ada kolam ikan. Nyaman sekali. Musholanya di luar bangunan rumah.

Sebuah rumah yang mungil. Tidak perlu besar bangunannya. Hanya terdiri dari ruang keluarga, ruang tamu, ruang makan, tiga kamar tidur (untukku dan dua anakku), dapur, kamar mandi, dan workshop untuk menjahit. Workshop room yang dirancang dengan beberapa boneka barbie yang menghiasinya. Dan mini library. Sebuah ruangan seluruh dindingnya di kelilingi buku-buku berbobot yang bertengger di setiap lemari buku. Aku ingin anakku kelak mendapat kesempatan membaca buku sebanyak-banyaknya.

Arsitektur rumahnya cukup sederhana saja. Interiornya pun harus nyaman. Tidak perlu mewah. Yang penting hangat. Halaman dan tamannya harus luas. Aku ingin punya taman bermain. Biar semua anak kecil yang ada di sekitar rumahku bisa bermain. Aku ingin setiap harinya rumahku ramai dengan sorak anak kecil yang riang. Aku ingin sebuah kolam renang minimalis. Untuk berendam sesekali. Pohon-pohon akan menjulang tinggi di taman. Akan banyak sekali bunga dan tanaman lain yang tumbuh juga. Aku memang tidak suka bertanam. Aku juga tidak terlalu suka bunga. Tapi aku senang melihat cantiknya bunga yang tumbuh di pekarangan rumah bapak sekarang. Kelak aku akan belajar menanamnya. Tekadku dalam hati.

Aku ingin sebuah rumah yang mungil, hangat, dan nyaman. Di dalamnya bertebaran kasih sesama makhluk Allah. Di dalamnya terdapat satu keluarga yang saling mencinta satu sama lain. Di dalamnya terdapat keluarga yang selalu bertaqwa pada Allah.
Rumahnya tidak perlu besar, cukup mungil. Interiornya tidak perlu mahal, cukup sederhana. Hiasannya tidak perlu dari luar negeri, lokal pun cukup. Yang terpenting adalah keluarga penghuninya. 
Aamiin.

Sabtu, 18 Februari 2012

soul mate is not a property

Sedikit aneh mendengar pendapat banyak orang yang mengatakan, “Lo pacar gue, ya Lo harus nurut sama gue. Mau kemana-kemana bilang sama gue. Lo nggak boleh bergaul sama si ini si itu….” dan blab la lainnya.

Itu dia. Kesalahan kita. Baik laki-laki maupun perempuan. Kita selalu menganggap siapa saja, seseorang yang sudah mengikat komitmen dengan kita adalah milik kita sepenuhnya.

Yang masih pacaran, menganggap pacarnya adalah miliknya. Sampai setiap pacarnya mau pergi kemana-mana harus izin sang kekasih hati. Kalau sang kekasih tidak memberi izin maka ia akan memilih untuk tidak pergi. Hellooo!!! So what? “Belum juga nikah udah kayak gitu. Gimana nikah. Tinggal di penjara kali.” Lain ceritanya kalau untuk kebaikan. Misalnya nih… pasangan mau pergi ke toko buku dan dia lagi sakit. wajarlah kalau kamu melarang alias tidak memberinya izin. Atau kalau pasangan kamu mau pergi ke diskotik. Contoh kasus lain kalau langit sedang menangis bahasa pendeknya; hujan, pasangan kamu ngotot ngehadirin rapat padahal kamu tahu betul kalau kondisi dia tidak cukup baik, gampang sakit. ya boleh deh sedikit dilarang. Melarangnya juga harus pakai kalimat yang enak. Tidak melarangnya secara langsung. Memberi saran jauh lebih baik. Yang ini saya juga masih belajar. Yang nggak masuk diakal kalau sampai pasangan kamu mau pergi kuliah, kerja kelompok, jalan sendiri, jalan sama temen-temennya harus dan mesti (sama aja) dapat izin dari kamu.

Tipe memiliki yang kedua adalah… kamu tidak mengharuskan dia dapat izin kamu dulu sebelum dia pergi. Tapi… nah ini ada tapinya. Kamu selalu meminta laporan dari dia-pasangan kamu. Hari ini dia ngapain, sama siapa, kemana saja pokoknya laporan harus selengkap-lengkapnya. Tidak boleh ada yang dikorupsi. Kadang kita lupa. Kalau pasangan bukan gudang uang. Tidak murah untuk memberikan laporan setiap jam apalagi setiap detik. Boros pulsa.

Atau ada lagi jenis pasangan yang ketiga; pasangan yang melarang pasangannya bergaul dengan sahabatnya sendiri. Kalau sahabatnya membawa dampak yang buruk sih it’s okay. Tapi gimana kalau sahabat pasangan kita itu ternyata sudah menjalin persahabatan dalam waktu yang lama, dan sewaktu kita bertemu sama pasangan kita dia baik-baik saja kan? It means.

Tadi bahasan buat yang kasmaran di dunia perpacaran. Sekarang membahas di dunia suami-istri sedikit. Karena memang saya belum ahli di bidangnya. Hanya saja sedikit hasil pengamatan sosial yang saya lakukan untuk meluluhkan rasa ketidakpekaan saya terhadap lingkungan.

Suami menganggap istri adalah miliknya penuh. Sehingga melarang istri bergaul dengan dia dan dia. Melarang bergaul dengan lingkungannya. Melarang mengerjakan ini dan itu. Istri mulai bosan. Komunikasi yang sedikit terganggu membuat suasana semakin panas. Akibatnya rumah tangga semakin tidak harmonis.

Istri yang menganggap suami miliknya secara penuh. Sehingga ia selalu cemburu jika sang suami mengabdi pada ibunya. Dia cemburu juga ketika suami memberi adik-adiknya nafkah sebagai ganti ayahnya yang sudah rentan. Pertikaian akibatnya tidak dapat dihindari jika komukasi tersendat.

Dan masih banyak contoh kasus lainnya yang ada di kehidupan kita. Kebanyakan terjadi di dunia remaja atau puber. Karena kondisi kejiwaan masih labil.

Tahukah apa penyebabnya?

Hari Kamis 16 Februari 2012 lalu, saya mengikuti Training Motivasi bertema “Kuliah, Cinta, dan Karir” yang diadakan sahabat Farmais STIE EKUITAS. Pembahasannya mengenai keberhasilan di dunia perkuliahan, percintaan, dan perkariran (hehe). Saya akan membahas bagian Cinta terlebih dulu. Bagian kuliah diloncat.

Sukses dalam dunia percintaan itu ada tiga; cinta pada orang tua, pasangan, dan lingkungan. Saya akan berbagi mengenai cinta pada pasangan. Salah satu poin yang disampaikan Kang Taruna Perdana sebagai trainer-nya adalah TIM SUKSES BUKAN PROPERTI. Saya sangat setuju! Di sana beliau menyampaikan bahwa anggaplah pasangan kita sebagai bagian dari tim dengan kita. Bukan properti yang bisa dimiliki.

Saya sangat setuju sekali lagi! ketika kita menganggap pasangan kita sebagai properti, maka kita menganggapnya barang. Yang ketika ada di tangan kita ya hanya boleh kita yang memandang. Hanya boleh kita yang menyentuh. Hanya boleh kita yang dekat dengannya. Pokoknya hanya boleh kita. Yang lain harus minggat. Itu sangat salah. Perlakukan pasangan kita dengan sangat hormat. Perlakukan ia bukan sebagai barang yang sepenuhnya kamu miliki. Dia punya kehidupan. dan hargai kehidupannya. Dia punya keputusan. Maka hargai keputusannya. And so on.

Buatlah pasangan kita menjadi bagian dari tim. Tanpa melarangnya dengan aturan seketat baju renang atau sejenisnya. Pasanganmu bukan barang. Pasanganmu bukan milikmu sepenuhnya. Ada Allah yang berhak. Allah yang Maha Memiliki. Jadi sepenuhnya dia tidak pernah bisa menjadi milikmu.

Aku pernah mengucapkan satu kalimat kepada seseorang; “Bahkan setelah kita nikah pun, hati aku nggak bisa jadi punya kamu sepenuhnya.”

Memang benar. Begitu adanya. Jiwa dan raga seorang istri hanyalah titipan pada suami. Begitu pun sebaliknya. Sehingga sang suami tidak akan pernah bisa memiliki sepenuhnya. Karena hanya pada Allah tempat istrinya kembali. begitupun dengan istri. Tidak pernah bisa memiliki suaminya dengan utuh. Sadarlah! Ada Allah. Allah yang empunya banyak sekali perintah. Maka persilakan suamimu menjalankan perintah-Nya. Persilahkan suamimu mengabdi pada ibunya, pada ayahnya, menjaga adik-adiknya jika nanti orang tua mereka sudah meninggal. Begitulah seharusnya.

Pasangan kita bukan barang. Yang ketika orang lain mencoba mendekatinya kita marah dan membantai mereka.

Ini opini saya. mana opinimu?

Rabu, 15 Februari 2012

Hidup itu memang harus realistis, sayang... Aku tahu hari ini kamu baru saja mendapat kabar yang membuat hatimu terluka. Kabar yang mungkin membuat seolah duniamu sudah berakhir. Kabar yang membuat benakmu penuh dengant tanda tanya sampai kamu ingin muntah karena mual. Aku tidak akan mengatakan “Aku ada disana untukmu.” Tidak! Aku tidak akan katakan itu, sayang
Karena bagiku hidup harus realistis

Aku memang tidak ada di sampingmu hari ini untuk merasakan getaran kekecewaan yang sekarang menerpamu. Aku memang tidak di sampingmu saat ini untuk sekadar menemanimu yang tengah bermuram durja. Aku memang tidak ada disana. Dan aku tidak bisa berada di sana.
Tapi ketahuilah... Aku ada di sini, sayang... Menunggumu meloncat. Melupakan kabar resah yang melandamu hari ini. aku akan ada disini, sayang... di sini. Menunggumu bangkit. Karena aku yakin... kamu pasti bangun lagi. Aku akan tetap berada di sini, sayang... Membiarkanmu menggunakan waktu untuk menyendiri
Aku tetap di sini. Bukan karena aku tidak ingin menemuimu di sana. Aku hanya tahu bahwa kamu perlu waktu untuk tenang sendiri. Karena ketika kamu menghabiskan waktu dalam kesendirian, kamu akan dapat berbicara pada Allah. Dan aku mempersilakan waktumu untuk-Nya. Karena mungkin kamu terlalu sering bersama denganku hingga Allah mencoba mengingatkanmu bahwa hanya Dia tempatmu berbagi, sayang...

Jadi...
I will be here. To wait for you. Menunggumu... membuka mata, bangun, bangkit, lalu melompat meraih mimpimu.
Mimpi kita.

Aku akan di sini. Menunggumu. Karena aku mencintaimu. Seperti yang selalu kuteriakkan sekali dalam perjalanan menuju kampus. Aku mencintaimu sebagai makhluk-Nya. Aku mencintaimu... maka itu kuberikan waktu untukmu menyendiri...

Minggu, 12 Februari 2012

hanya ingin berubah... tapi kamu termasuk satu pihak yang menghalangi karena kecintaan yang tumbuh di hatimu tidak mengizinkan aku untuk berubah.
tolonglah...

Kamis, 09 Februari 2012

cemburu

Karena saya perempuan, maka saya akan beropini cemburu dari sudut pandang perempuan. Cemburu yang dalam Bahasa Inggris disebut jealous ini memiliki makna yang rumit untuk dijelaskan. menurut saya, cemburu adalah sebuah perasaan kurang senang atau bahkan sangat tidak menyenangkan yang dirasakan seseorang akibat orang yang sedang berinteraksi dengannya lebih mementingkan hal lain. Sedangkan cemburu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti merasa tidak atau kurang senang melihat orang lain beruntung dsb.

Cemburu dapat dirasakan siapa saja. Bukan hanya dirasakan oleh ABG yang cinta monyetnya sedang asik mengamati wanita lain. Bukan juga hanya dirasakan oleh dua insan yang sudah menikah. Tetapi dapat dirasakan oleh seorang anak yang mengira orang tuanya lebih menyayangi kakak/adiknya, seorang mahasiswa yang melihat dosen lebih mementingkan kepentingan temannya dibanding diri, dan masih banyak lagi contoh kasusnya.

Cemburu adalah bumbu dalam sebuah hubungan lawan jenis. Tetapi akan menjadi boomerang jika diselipkan dalam kehidupan sosial. Menjadi boomerang, ketika kita tidak bisa mengontrol rasa cemburu kita. Alhasil menyebabkan kita selalu merasa tidak senang. Ketika merasa tidak senang terus-menerus, maka tubuh akan memiliki aura negatif. contohnya ketika saya cemburu teman saya memiliki tas yang lebih bagus. keesokan harinya teman saya memiliki sepatu yang bagus. saya cemburu lagi. maka saya akan selalu merasa tidak senang setiap kali melihatnya. hal seperti ini yang sangat akan mengganggu kehidupan sosial dan kejiwaan saya.
orang yang selalu merasa tidak senang maka akan juga menularkan efek tidak baik pada lingkugnan sekitar.

---

terlalu luas pembahasannya. saya sempitkan menjadi Cemburu dalam Jalinan Kasih dua Insan.
lebih puitis sepertinya. kebanyakan orang menganggap cemburu adalah bumbu manis dalam sebuah hubungan. cemburu dalam sebuah pasangan mengindikasikan kepedulian sati sisi terhadap pasangannya. sehingga tercetuslah sebuah ungkapan; cemburu tanda sayang.
sedikit setuju. dan lebih banyak tidak setuju dengan ungkapan itu. cemburu menurut saya memang penting. tetapi bukan indikasi dalam sebuah percintaan. kerana ketika mengatakan cemburu adalah tanda sayang, lalu bagaimana dengan orang yang tidak cemburu? belum tentu ia tidak sayang. bisa saja kecemburuan tidak muncul karena tertutupi oleh sifat dan sikap pengertian yang dimilikinya.

hati-hati
cemburu yang membabi buta dalam sebuah pasangan pun akan menghancurkan hubungan mereka. cemburu yang membuat anda menjadi peneror pasangan anda. cemburu yang membuat anda menjadi portal untuk kebebasan pasangan anda. cemburu yang membuat pasangan anda serba salah. cemburu yang membuat anda menjadi boros;karena menelepon pasangan anda terus-menerus. cemburu yang membuat anda selalu berpikiran dan berucap negatif, dan masih banyak lagi cemburu-cemburu lain yang dapat menghancurkan anda dengan pasangan anda.

cemburu dalam rumah tangga itu penting. karena sudah adanya komitmen untuk membangun keluarga. dimana kesetiaan dituntut. karena saya masih belum bersuami, maka saya akan membahas cemburu dalam hubungan anak remaja yang belum menikah. saya tidak mau menyebutnya pacaran.
sering kali saya mendapati seorang wanita yang cemburu karena kekasih hatinya lebih memilih jalan dengan sahabatnya atau teman perempuannya. sahabat saya contohnya. ia selalu uring-uringan setiap kali tahu kalau pasangannya sedang jalan dengan sahabatnya. alasannya sederhana; ia takut pasangannya melirik wanita lain karena obrolan para pria yang selalu bergelut dengan masalah wanita. sedikit masuk akal.
bukan hanya itu. sahabat saya juga melarang pasangannya untuk jalan dengan teman perempuannya. alasannya sangat jelas. ia cemburu.
menurut saya, cemburu yang menimbulkan larangan seperti itu sangat tidak baik dalam sebuah hubungan yang bukan pernikahan. saya sendiri sebagai perempuan masih ingin berteman dengan siapa saja. risih bila hati memiliki kekasih yang melarang saya berteman dan jalan dengan siapapun. saya selalu takut senggol sana, ini cemburu. senggol ini, sana yang cemburu. tapi memang begitu adanya. alhasil ruang gerak saya sebagai anak mudi semakin terbatas. belum lagi saya harus berbohong untuk melindungi hati-hati sensitif yang akan terluka.
cemburulah yang wajar! dengan tidak menjadi pribadi yang menyebalkan dengan kecemburuan yang dimilikinya. orang yang matang dan dewasa adalah dia yang dapat memanaj rasa cemburunya dengan baik.

---

lalu? apakah pasangan yang selalu cemburu harus ditinggalkan? eits! tunggu dulu!
tidak selamanya perpisahan menjadi solusi yang terbaik. jika cemburu menimbulkan perang dunia ke sekian dalam hubungan, bicaralah! komunikasikan dengan baik pada pasangan kita. mencoba terbuka satu sama lain. lalu cari solusi bersama.
yang terpenting adalah... saling pecaya dan pengertian. percaya dan pengertian dituntut keberadaannya dalah sebuah pernikahan, bukan hanya pernikahan tapi hubungan lawan jenis lainnya (ex: pacaran)

cemburu itu perlu! tapi tidak berlebihan. karena sesuatu yang berlebihan akan merusak. untuk itu, jadilah orang yang matang dan dewasa. dia yang mampu mengelola rasa cemburunya... maka cinta dan kecemburuan yang baik pun akan datang menghampiri anda...

ini opini saya. mana opinimu?


Selasa, 07 Februari 2012

Holiday : menjelajah MONAS





Keesokan hari setelah berpetualang di Pangandaran, aku kembali melaksanakan tugasku sebagai anak rumah tangga. Nyapu, pel, mencuci baju, menyikat kamar mandi, dan membereskan piring.
Setelah lelah aku membiarkan tubuhku beristirahat sebentar. Sambil mempertimbangkan rencana kepergianku ke Cibinong untuk bertemu Fajar –sepupuku. “Pergi nggak ya? Badan berasa capek bener. Tapi nggak enak juga udah janji.”
Finally, aku pergi ke Cibinong. Berangkat dari Bandung menuju Gambir dengan kereta Argo-Parahyangan pukul 06.30 WIB. Kondisi lingkungan makro tidak mendukung. Kali itu tengah terjadi blokade jalan tol Cikampek oleh ratusan buruh. Akibatnya banyak penumpang travel dan bis berpindah ke kereta. Perpindahan tersebut membuat tiket eksekutif yang biasa kubeli habis. Tetapi aku masih mendapat tiket bisnis. “Biarlah panas sedikit. Yang penting sampe.” Ujarku dalam hati.
Di dalam kereta...
Tiga orang lelaki datang. Salah satunya duduk tepat di sampingku. Aku mulai merasa tidak nyaman. Karena dua orang temannya terus bergurau untuk menggoda temannya yang duduk di sampingku. “Ya Allah... semoga tiba-tiba ini kereta cepet sampe.” Doaku dalam hati. Aku terus memandang keluar jendela. Membiarkan sang lelaki di sebelahku tertidur. Sesekali kepalanya menempel di bahuku. Lalu kutarik cepat tubuhku menjauh darinya. Ia terbangun lalu meminta maaf.
Tiga jam berlalu. Akhirnya sampai di Gambir.
Nanda Iqbal Ibrahim. Dia sudah menungguku di Gambir. Dia bilang ingin menemaniku sampai Fajar menjemput. Rencananya Fajar memang akan menjemput di Gambir dan membawaku ke Cibinong dengan KRL.
Dengan sengaja memperlambat gerakan mengambil tas, aku membiarkan ketiga lelaki tadi berlalu. “Duluan ya, teh...” Pamit mereka. Di tangga turun aku mulai mempercepat langkah. Menyadari mereka ada di belakangku. Aku tidak curiga kepada mereka. Tapi kalau waspada, apa salahnya kan?
Setelah melewati pintu keluar, aku melihat Iqbal datang menghampiri. Mengambil tas ransel yang memelukku di belakang. Ia selalu seperti itu. Dan aku menyukai tindakannya. Seakan dia tidak ingin aku membawa barang yang berat. “Terus mau kemana ini?” Tanyanya.
“Ya paling nunggu di sini aja.” Jawabku.
“Ke Monas yuk!”
Aku mengiyakan. Kami pergi ke Monas. Hari itu hari Sabtu. Matahari cukup terik. Kami mencari pepohonan dan duduk di bawahnya. Meluruskan kaki. Menarik napas dalam. Aku cukup kelelahan memang. Kami melihat monas menjulang tinggi di depan. Aku asik bercerita seputar perjalanan ke Pangandaran. Sedang ia mendengarkan dengan gaya yang selalu sama, seolah tidak menyimak. Dan sering aku geram akan kelakuannya.
Karena bosan duduk, kami memutuskan untuk masuk ke dalam monas. Menjelajahi setiap cerita sejarah yang ada di dalamnya. Mengagumi miniatur yang dibuat begitu detail. kami ingin mencapai puncak. Tapi niat itu dibatalkan melihat antrean lift yang begitu panjang. Aku khawatir Fajar tiba.
Pukul 12.00 WIB kami kembali ke stasiun sambil mencari es buah. Fajar sudah tiba. Kami duduk menunggunya di depan Holland Bakery. Dari kejauhan, kulihat tubuh kurus Fajar menggendong ransel. “Ayo Teh Ni!” Ajaknya. Iqbal berlalu setelah mengucapkan salam. Sedang aku dan Fajar melanjutkan perjalanan menuju Cibinong.

Senin, 06 Februari 2012

orang yang mengalah bukan berarti kalah
Kami ada dalam sebuah arena yang sama. Kursi petarung yang terbatas membuat satu orang harus merelakan impiannya bertarung di arena yang sama dengan kesebelas petarung lainnya. Akhirnya, salah satu bakal petarung menghentikan pertarungan yang belum dimulai. Ia membesarkan hatinya untuk mundur. Merelakan satu kursinya agar 12 yang lain dapat berjuang. Dia bukan kalah. Dia juga bukan pecundang. Dia hanya seorang gadis petarung yang mengalah tapi bukan untuk kalah. Dia bukan pecundang. Dia hanya seoerang gadis petarung yang mempersilakan petarung lain untuk menggapai bendera kemenangan. Dia hanya seorang gadis petarung yang membesarkan hatinya. Merelakan satu pintu kesempatan yang ada di hadapannya untuk membuka pintu-pintu lain yang terbuka.
Aku menertawai diri yang terus menangis dan merasa sedih. Lalu membeli banyak makanan agar aku bisa melupakan kesedihan dan kekecewaan yang Allah hadiahkan untukku. Bodoh! Tidak seharusnya aku seperti tadi. Waktuku untuk menangis dan manja sudah habis. Sekarang waktunya aku meroket setinggi-tingginya. Membiarkan semangatku berkobar membakar jala rintangan lalu siap berlari meraih asa setinggi mungkin. Meninggalkan segala hal yang membuatku sedih dan kecewa. Selfish is important. Selama egois itu tidak merugikan orang lain. Aku egois. Bagiku, kebahagiaan adalah milikku juga. Karena aku egois untuk mendapatkan kebahagiaan maka aku akan melupakan hal yang menyedihkanku hari ini. Aku egois untuk meraih kebahagiaanku sendiri dengan selalu berpikir positif. Itulah egoisnya aku. Untuk tidak akan ada lagi air mata. It’s just the beginning.
Sesaat setelah keluar dari arena pertarungan yang belum sempat kucicipi, aku menelpon mama dan bapak. Menangis tersedu. Membiarkan mama berbicara di seberang sana. Kutarik napas pelan. Dan menutup telepon setelah mama berkata, “pasti Ni bakal dapat yang lebih baik ya sayang...”
Segera kutinggalkan arena pertempuran itu. Sebelum seluruh hati lumer mengingat perlakuan mereka. Sang bapak yang tahu anak perempuan kecilnya menangis segera menelepon. Suaranya begitu hangat, membuat air mataku turun lebih deras. Bukan karena aku mengingat pengalahan yang kulakukan, tapi karena aku menyadari bahwa betapa bijaknya bapak yang Allah beri untukku. Lalu beliau berujar, “Sayang... dengerin bapak. Bapak tahu semua anak perempuan bapak kuat. Hal kayak gini itu rintangan. Sangat kecil. Ni pasti bisa melewatinya. Ini baru diawal sayang. Kalau diawal aja Ni udah cengeng gimana nanti. Tetep berusaha, sayang. Bapak mendoakan dari sini.”
“Kalian punya kesempatan yang sama, tapi jalan yang lain. Na yakin bakal ada jalan buat Ni.” Kalimat terakhir yang kudengar setelah Vina menelepon. Lengkap sudah. Hatiku lega.
Aku memandang cermin lalu tersenyum. Mataku merah sehabis menangis. Kini aku tidak akan menangis. Bapak benar, ini baru permulaan. Bukanlah sesuatu yang harus ditangisi. Aku anak perempuan yang kuat. Tidak cengeng. Sama sekali tidak cengeng.
Aku akan bangun. Waktunya masih panjang. tapi bukan untuk bersantai. Kutarik pelatuk. Membidik pistol pada target. Dan akan kubiarkan pelurunya menghunus papan target. Aku pasti bisa! Akan kubuktikan pada mereka bahwa kami akan menyelesaikannya bersama. Tepat waktu. Sekalipun melalui medan yang berbeda. Aku tidak membenci siapapun. Karena segala hal yang dimulai dengan kebencian tidak akan berhasil dengan baik. Aku akan menjadi orang yang matang. Menolerir perlakuan mereka padaku.

Sabtu, 04 Februari 2012

Holiday to Pangandaran : it was time to go home





menunggu bis



makan siang di warung nasi terminal Pangandaran

Slow but sure. Begitulah yang aku rasakan ketika menaiki sebuah becak bersama Ade menuju terminal pangandaran. Becaknya sangat pelan. ½ bagian tulang dudukku tidak mendapat tempat yang layak. Oke... bahasa halusnya. Entah becak terlalu kecil, entah aku dan Ade terlalu besar sehingga Ade aku jepit. Dan aku pun tidak mendapat tempat duduk seutuhnya di atas becak.

Kembali lagi. Kenapa harus pelan tapi pasti? Karena sang abang becak mengayuhnya dengan sangat pelan. Tapi pasti mengantar kami ke terminal Pangandaran. Sesampainya di terminal, kami langsung turun. Menuju sebuah ruangan yang diatasnya tertulis AGEN BUDIMAN pada sebuah papan. Tetapi ruangannya kosong.
“Neng! Neng! Ada apa?” tanya seorang pria yang sedang duduk di depan kopi cokelat.
“Bis yang ke Bandung kapan ya, kang?” Tanya kami.
“Nanti jam 4 ada. Tunggu aja!”
Tapi tiba-tiba di kejauhan. Kondektur bis Budiman yang ke Tasikmalaya. “Neng! Naik bis ini aja! Bis yang ke Bandung jam 7 malem!” Teriaknya.
“Nanti dari Tasik naik apa?” Tanyaku.
“Ada bis lagi yang dari Tasik ke Bandung.”

Kami tetap bersikukuh menunggu bis yang jam 16.00 WIB. Kami yakin bis itu ada. Dan kondektur tadi tidak berkata jujur. Bukan berbohong. Dia hanya sedang tidak berkata jujur.
Kami pergi mencari minimarket terdekat. Membeli beberapa botol minuman yang sudah habis ketika di Cagar Alam. Setelahnya mencari warung nasi dan siap mengisi perut dengan nasi. Waktu makan siang telah lewat. Sudah pukul 15.30 WIB.

Kami berjalan menuju tempat tunggu bis. Hujan datang. Ia datang tidak sendirian. Berjamaah dengan angin yang sangat kencang. Kami wanita. Dan kami ketakutan. Angin dan hujan berkolaborasi membentuk kesatuan yang hampir sempurna. Menakuti kami dan beberapa calon penumpang lain yang menunggu kedatangan bis ke Bandung.
“Pan. Ini ujannya gede banget, pan.” Ucap Atik.
“Iya. Tenang, mpok! Nggak akan apa-apa kok.” Jawabku.
“Yakin mau pulang sekarang?” Tanya Atik lagi. Ketakutan terlihat sangat kuat di wajahnya.
“Apa kita mau pulang besok pagi aja. Nanti kita cari penginapan terdekat sini.”
“Iya, Van. Kalo pulang sekarang bahaya. Anginnya gede.” Tegas Ade.
Otakku terus berpikir.
“Kita tidur di masjid gede yang di depan aja, Pan.” Saran Atik lagi.
Tiba-tiba bis ke Bandung yang kami tunggu datang. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap naik bis. “Yakin ini, pan?” tanya Atik dan Ade ragu.
“Yakin. insyaAllah nggak ada apa-apa. Kita selamat.” Aku menutupi kecemasan yang sedari tadi juga menyelimuti hati dan pikiran.
Aku membiarkan Atik, Ade, dan Hana naik bis lebih dulu. Membiarkan Ade membawa Hana dan Atik masuk bis dengan payung yang dipinjamkan oleh agen Budiman. kemudian Ade menghampiriku. Kubiarkan Ade masuk bis. Kulipat payung dengan cepat lalu memberikannya pada kondektur. Kami sedikit basah. Tapi sepertinya aku banyak basah. Punggung dan sepatu basah. Dingin mulai menjalar ke atas tubuh. Tapi aku menutupi dinginnya tubuh.
“Sadar nggak sih. Kalau ini bis yang kita naikin pas berangkat?” Atik memulai perbincangan hangat.
“Iya gitu?” tanyaku.
“Coba liat nomornya!”

Ternyata benar. Bis yang sama. Kondektur yang sama. Dan posisi duduk yang berubah hanya satu baris lebih maju. Kami kaget sekali. Amazing. Tepat pukul 16.00 WIB bis berangkat. Cuaca masih belum bersahabat. Angin dan hujan masih betah berlama-lama menemani kami. mobil besar lainnya menghiasi jalan yang berliku. Jantungku semakin berdegup kencang. insyaAllah dzikrullah selalu kulakukan. Karena hanya kepada Allah aku dapat meminta keselamatan di saat apapun.

Sekitar pukul 22.30 WIB kami tiba di terminal Cicaheum. Menunggu taksi lewat. Setelah berupaya dengan keras, akhirnya kami menemukan taksi. Rencana membeli bubur ayam batal sudah karena taksi terus melaju. Aku dan Ade berlari menggapai taksi. Melambaikan tangan agar sang sopir mau berhenti.

Ya... hanya dua hari satu malam memang. Tapi menjadi perjalanan yang panjang. Menghiasi liburan kali ini.

Holiday to Pangandaran : Cagar Alam Pangandaran


batu berbentuk gajah yang sudah terkikis.



batu yang berbentuk induk gajah dengan anaknya


di belakang kami ada maqom dan gua kecil. dalam gua ini selalu ada orang yang bersemedi. konon katanya,orang yang punya tujuan tertentu dan bersemedi di dalam gua itu... maka tujuannya akan terkabul




di dalam gua ini, ada batu berbentuk pocong dan kuntil anak. kami harus berjalan miring untuk bisa melewati gua ini. bukan hanya berjalan miring, tapi juga membongkok agar tidak terkena batu.

Holiday to Pangandaran :

Jumat, 03 Februari 2012

Holiday to Pangandaran : Beautiful Green Canyon.

Semalaman bangun tidur... tidur lagi. Bangun tidur... tidur lagi. Seperti itulah keadaanku. Bukan karena tidak bisa tidur. Tapi sedikit terganggu dengan televisi yang terus menyala. Aku melihat Ade dan Atik. “Mereka tidur apa masih nonton ya?” tanyaku setiap kali terbangun. Ternyata Ade dan Atik memang sengaja menyalakan televisi semalaman. Supaya orang lain mengira kami tidak tidur.
Pagi ini aku berhasil menempati kamar mandi lebih dulu. Setelah sholat subuh, aku langsung mandi. “Kalian mandi nggak?” tanyaku pada Atik, Ade, dan Hana.
“Nggak usahlah. Kan nanti di Green Canyon juga nyebur.” Jawab Atik.
Aku tidak terhasut. Dengan semangat aku langsung masuk kamar mandi. Dan mandi. Ade, Atik, dan Hana berniat tidak akan mandi. Karena di GC kami akan berenang. Aku selesai. Ade menyusul masuk kamar mandi. “Com! Mandi nggak?” Tanya Atik berteriak pada Ade yang terdengar seperti mandi.
“Nggak.” Jawabnya singkat.
Ade selesai. Atik mulai siap menguasai kamar mandi. Dan yang terakhir adalah... si pasrah Hana. Kenapa aku bilang Hana pasrah? Nanti jawabannya. Tapi begitulah adanya.
Setelah semua selesai mandi, kami mulai bersiap rapi. Menggunakan sunblock di tangan. Karena perjalanan jauh akan segera dimulai.
“Semuanya bilang nggak mandi tapi kayak mandi ya?” Tanyaku polos.
“Lah emang semuanya mandi, paaan...” Jawab Atik.
“Ya lagian kok Ade bilang nggak mandi?” Kami mulai tertawa. Menyadari bahwa mereka sudah berbohong.

Semua siap dengan setelan anak kaki gunung. Seperti backpacker sejati dengan ransel bertengger di punggung dengan kaki berbalut sandal jepit saja. Tenaga sudah dikencangkan hanya menghabiskan pop mie, kami pun pergi ke tempat rental motor. Rencananya kami akan menyewa motor seharian. Karena dari informan terpercaya yang kami dengar, untuk pergi ke GC dengan kendaraan umum akan membutuhkan waktu sangat panjang. Sedangkan kami harus keluar dari penginapan pukul 13.00 WIB.
Hanya dengan mengeluarkan uang Rp50.000 per motor kami sudah bisa menggunakannya setengah hari. Sebenarnya aku yakin itu tarif satu hari. Tapi kami akan menggunakannya setengah hari saja. Motor matic ditunggangi oleh aku dan Hana. Hana sebagai rider-nya. Dan motor yang satunya lagi dikendarai oleh Atik. Kami memulai perjalan 27 km menuju Green Canyon dengan basmalah. Sesekali bertanya pada orang di sekitar. Memastikan kami tidak salah jalan. Perjalanan ke GC dengan motor cukup jauh. Jalan yang pas untuk dua mobil saja membuat jantungku berdegup kencang tiap kali ada truk besar yang mengklakson di belakang kami. Sebelum sampai ke tujuan, aku dan Hana menuju pom bensin. Mengisi tangki dengan penuh. Khawatir kehabisan di jalan.

Sepuluh menit berlalu...
Menit berikutnya dan berikutnya...
Akhirnya kami tiba di Green Canyon. Aku sempat terhentak kaget melihat tarif untuk menyewa perahu mengelilingi sungai hijau tersebut. Rp75.000 satu perahu dan maksimal lima orang. It’s too expensive. Aku menaruh helm di atas motor. Tiba-tiba datang wanita berusia sekitar 30-an, beliau menghampiri kami meninggalkan suaminya di depan tempat tiket perahu.
“Neng, pada mau naik perahu ya?” Tanya wanita yang ternyata berasal dari Bandung juga.
“Iya, Bu.” Jawab kami.
“Gimana kalau bareng aja, Neng. Ibu berdua sama bapak disana. Katanya kalau berenam masih boleh. Dari pada kalau berempat bayarnya mahal, Neng.”
Kami pun setuju. Alhasil kami hanya mengeluarkan uang Rp12.500. Dengan wajah berseri kami menaiki perahu. Menyiapkan mental untuk takjub pada alam yang diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Benar saja. Pemandangannya sangat indah. Subhanallah. Hijau di sana-sini. Pohon menemani di kanan-kiri kami. Perahu berjalan dengan bantuan mesin. Hatiku tak berhenti berdzikir. Betapa indahnya buatan Allah.

Tibalah kami di sebuah tempat yang boleh dibilang... masternya di GC. Subhanallah subhanallah. Kali ini mungkin ratusan dzikir pun dapat diungkapkan sebagai bentuk kagumku pada indahnya alam. Tebing besar menjulang. Mengapit sungai hijau yang terus mengalir. Katanya kedalaman air hanya dua meter. Di tengahnya banyak pengunjung yang berenang menuju batu loncat. Sayang... kami tidak berenang. Karena biaya yang dikeluarkan untuk berenang terlalu mahal. Yaitu Rp125.000 untuk satu perahu. Setelah batu loncat, ada lagi kolam pemandian putri. Dan untuk mencapai kolam tersebut, biayanya semakin mahal. Haduh haduh. Kalau keluar biaya sebanyak itu, bukan backpacker namanya. Sedih hati tidak melihat keindahan lebih dalam. Tapi tak apalah... lain kali aku akan kembali ke GC dan berenang sepuasnya. insyaAllah.
Green Canyon sudah kami arungi. Hari semakin terik. Popmie yang kusantap tadi pagi ternyata hanya bertahan sebentar dalam perut. Selanjutnya... aku kelaparan. Mencari tempat makan asik di pinggir jalan. Dan hasilnya nihil. Perut semakin meraung. Timbullah perbincangan dengan Hana.
“Na. Cape nggak? Mau gantian nggak?” tanyaku.
“Ya Hana mah terserah Vani aja.” Aku yang mendengar jawaban seperti itu langsung sumringah.
“Jadi gini, Na. Vani lapar. Jadi lemes. Jadi bawa motor juga lemes. Hana aja ya. Hehehe.” Aku terkekeh.
Hana memang baik. Sangat baik. “Van, ambil aja kue cokelat di tas Hana. Lumayan buat ganjel.”
Tingtong!
Malu aku. Udah mah nggak mau gantian sama Hana, eh malah dikasih kue juga. (-__-“), “Makasih ya Hana.”
27 km yang kami lalui terasa semakin panjang karena Atik mencoba jalan baru. Untunglah kami sampai jam 11.00 WIB di pasar oleh-oleh dekat penginapan. Kami berburu oleh-oleh murah untuk mereka yang ada di benak kami. Aku membeli beberapa untuk orang terkasih. Keluargaku khususnya. Tepat jam 12.00 WIB kami kembali ke penginapan. Menunaikan kewajiban, dan bersiap membereskan semua barang kami.
Sebelum pulang, kami mampir ke penyewaan motor.
“Pak, sampe jam tiga ya, pak. Kami mau ke Cagar Alam dulu.” Izin kami pada pemilik motor.
Sang bapak hanya pasrah. Beliau mengangguk.

Dengan santai kami pergi ke Cagar Alam Pangandaran.
Setibanya disana, kami ditawari guide yang seharga Rp125.000 sekali jalan. Karena mahal, kami memutuskan untuk berjalan mandiri alias tanpa pemandu. Saat masuk gerbang, banyak monyet bergantungan. Ada pula yang berjatuhan ke bawah. Nampaknya rindu pada saudarinya, Atik. :D
Kami hilang arah. Tidak tahu harus kemana melangkah. Dimana-mana pohon. Sampai di depan sebuah gerbang Batu Kalde, seseorang berteriak. Menawarkan jasa untuk menjadi pemandu. Hanya dengan membayar Rp10.000 per orangnya. Kami pun mengiyakan dengan kilat setelah nego harga. Alhasil, kami diajak jalan mengelilingi cagar alam. Memasuki satu per satu gua yang ada.
Lagi dan lagi. Aku tak berhenti memuji dan bertasbih pada Allah. Sungguh besar kuasa-Nya. Banyak hal menakjubkan yang kutemui di tiap gua. Ada batu berbentuk pocong, kuntil anak, ibu yang menggendong anaknya, batu jagung, batu berbentuk anjing, gajah, dan masih banyak lagi yang aku lupa namanya. Tapi bentuknya masih sangat lekat dalam ingatanku.
Kami dikejar waktu. Kami harus mengembalikan motor pukul 14.00 WIB sedang jam sudah menunjukkan pukul 14.10 WIB. Kami menyudahi petualangan di Cagar Alam. Menarik gas motor dengan cepat menuju penyewaannya.

Motor dikembalikan. Kami berjalan kaki mencari becak untuk pergi ke terminal. Kami mengeluarkan Rp10.000 per becak untuk ke terminal Pangandaran.









Rabu, 01 Februari 2012

Holiday to Pangandaran : dinner time

Setelah secara bergantian dengan tertib menggunakan kamar mandi, kami pergi mencari makan malam. Makanan anak backpacker juga harus disesuaikan. Tidak bisa makan di resto mahal. Kami berjalan menelusuri jalan yang kian menjauh dari bibir pantai. Mencari pedagang kaki lima.

Sebelum makan, kami mencari mini market untuk membeli beberapa cemilan yang akan menemani kami di malam hari. Teringat ketika menelusuri perjalanan mencari penginapan. Atik melihat ada indomaret. Kami pun berjalan. Berusaha mencari indomaret yang dimaksud Atik. Aha! Akhirnya ketemu juga. Layaknya para atlet maraton, kami memasang kuda-kuda siap memburu semua makanan ringan yang ada. Aku memanggil satu per satu makanan yang aku inginkan diiringi kerja keras otak yang terus berhitung. Jangan sampai melebihi anggaran.
Selesai memburu makanan ringan untuk malam hari, kami menuju salah satu rumah makan di pinggir jalan. Ketakutan sempat menerpa. Karena tempat makanan itu sangat sepi. Khawatir harga mahal, setelah Atik memesan menunya, ia langsung bertanya harga makanan yang ia pesan. Sang ibu bilang, harganya standar. Jantungku berdegup lebih normal. Aku menghela nafas pelan. Saking laparnya dan baru bertemu nasi (seharian makan bakso dan mie ayam), kami focus pada makanan kami. Kesunyian datang. Tiba-tiba dua orang laki-laki datang dan memesan makanan juga. Mereka duduk berseberangan dengan meja kami. Kami membayar semua makanan bersama-sama. Lalu melangkahkan kaki dengan cepat.
“Kenapa, mpok?” tanyaku pada Atik.“2 cowok yang tadi matanya merah gitu, pan.” Jawabnya.

Aku mulai mempercepat langkah juga. Tidak berapa lama, di depan sebuah hotel ada segerombolan cowok-cowok plus satu ekor anjing. Kami mulai takut. Cowok-cowok itu menggoda kami dengan perkataan seperti… ah sangat sulit mendeskripsikannya. Pokoknya seperti perkataan ‘aneh’ aku menyebutnya. Ade dan Hana semakin kebut. Aku dan Atik berusaha untuk menampilkan jalan sesantai mungkin. Karena kami pikir mereka akan senang kalau kami bisa lari terbirit-terbirit. Jantungku semakin berdegup. Rasa-rasanya ingin berlari sekencang-kencangnya. Tapi tidak mungkin. Aku takut anjingnya benar-benar akan mengejar kami. Huft. Syukurlah semua semakin lapang.

Cowok-cowok sudah berlalu. Waktunya masuk penginapan. dan segera beristirahat. Memeluk bantal dengan erat. Tidur di samping Hana.