Senin, 30 April 2012

hanya aku dan Allah

Mama bilang, perempuan harus mandiri. tidak boleh bergantung pada siapapun. termasuk pada suaminya.
aku jadi terpaksa membiasakan diri. mulanya memang terpaksa. lama-lama malah seperti... sangat sukarela untuk sendiri.

hanya aku dan kesukarelaanku:
aku sukarela membiarkan kaki terus berjalan ketika malam menjadi selimutnya
aku sukarela membiarkan kaki berlari menjatuhkan keringat di sekujur tubuh
aku sukarela mengalirkan air mata dalam kesendirian di satu sisi kamar

aku sukarela seorang diri bepergian ke berbagai tempat yang ingin kutuju
aku sukarela memandirikan diriku sendiri
aku sukarela untuk tidak mengeluh pada keadaan saat ini.
aku sukarela jika memang hanya aku...

memang hanya aku
tapi aku punya keluarga
memang hanya aku
tapi aku tetap punya saudara
memang hanya aku
tapi aku tetap punya sahabat
memang hanya aku
tapi aku tetap punya banyak teman

kali ini, izinkan aku mengatakan hanya aku. hanya aku dan Allah... karena ada Allah, aku jadi lebih merelakan diriku sendiri untuk tidak bergantung pada makhluk lain yang juga diciptakan-Nya

hanya aku.
hanya aku dan cita-citaku:
-tidak maju seorang diri. mengajak semua orang berjalan bersama untuk menjadi orang besar
-tidak ingin menjadi orang sukses sendiri. aku tetap akan meminta mereka untuk sukses bersamaku.

biarkan aku berkata...
hanya aku yang dapat berusaha mengubah hidupku lalu membiarkan Allah menjadi penetapnya
hanya aku yang dapat menentukan masa depanku lalu membiarkan Allah menjadi penetapnya
jadi biarkan aku berkata.. hanya aku dan Allah... :)

Sabtu, 28 April 2012

Aza

Biasanya Aza tersenyum setiap pagi. Baginya, berpikir positif dan berperilaku positif adalah hal wajib yang harus dikerjakan seawal mungkin dalam sehari. Tapi tiba-tiba, pagi ini... senyum Aza hilang seketika. Digantikan oleh air mata yang mengalir beriringan dengan jatuhnya air keran ke dalam ember. Aza sedang mencuci piring. Bukan karena cuciannya yang membuat Aza menangis. Bukan juga karena banyaknya jumlah piring dan gelas yang harus dicuci. Tapi karena...

"Za, tangan umi ko sakit banget ya..." Umi mengadu. 
"Umi kemaren ngangkat yang berat-berat nggak?" Tanya Aza. 
"Nggak. Seinget umi sih nggak, Za."
"Pegel ya, Mi?"
"Bukan, Za. Sakit." 
"Mi... apa jangan-jangan struk ringan? Umi harus periksain ke dokter. Kan kemaren kata dokter di puskesmas Umi bisa kena struk ringan kapan aja." 
"Jangan nakutin umi ah, Za!"
"Loh? Aza nggak nakutin, umiii. Kan kita harus antisipasi. Kita harus tahu kondisi terburuk yang akan menimpa kita dan kita juga harus memperkirakan kondisi terbaik yang akan menimpa kita, mi. Ke rumah sakit aja yuk, mi! Aza yang temenin."
"Umi kan uda ke puskesmas."
"Umi dari kapan tahun ke puskesmas tapi nggak ada perubahan apa-apa." 
"Umi nggak punya uang, Aza. Umi nggak punya uang. Buat makan aja umi udah lama nggak masak kan?"
Umi pergi ke kamarnya. Aza terdiam menahan perih dalam tenggorokannya. Segera ia membuka keran. Air mengalir jatuh ke dalam ember. Suaranya cukup melindungi tangis Aza yang menyeruak. Berulang kali Aza membasuh air matanya dengan lengan bajunya. 

Aza menyesali dirinya yang tidak bisa mengatakan, "Mi. Ayo kita ke rumah sakit! Nggak usah mikirin uang. Aza ada." 

Tapi Aza malah diam. Tidak berkata apa-apa setelah umi bilang tidak punya uang. 

Aza selesai mencuci piring. Ia bergegas menuju kamar umi. Dilihatnya umi sedang berbaring di atas tempat tidur. Menahan sakit. Aza tidak berdaya... "Mi, Aza kasih tahu kakak aja ya? Aza minta uang sama kakak aja." 
"Jangan, Za. Umi tahu... kakakmu juga lagi nggak punya uang. Ini kan akhir bulan. Kasihan kakakmu. Umi selalu minta sama dia. Kalau saja umi mampu, umi tidak akan pernah mau memakai uang dari kakakmu. Umi nggak tega. Uangnya kan bisa ditabung sama kakak, bisa dipake beli rumah..."
Lagi-lagi... Aza menangis. Dia terdiam. Tidak ada lagi kekuatan untuk mengeluarkan sepenggal kalimat. Aza berbaring di samping umi.

Kamis, 26 April 2012

aku dan kepalaku (2)

mengubah sudut pandang seseorang terhadap sesuatu itu sangat sulit. sangat sangat sulit. seperti memintanya mengubah keyakinannya terhadap suatu hal. 
begitu pun denganku. aku selalu berpikir... bahwa segala hal harus dikembalikan kepada diriku. bukan artinya aku menyaingi kekuasaan Allah. maksudku adalah... segala hal yang terjadi harus kukembalikan kepada diriku untuk bahan introspeksi diri. 
ketika aku menjadikan segalanya sebagai bahan introspeksi diri, maka aku akan menerima dengan baik kritikan dari lingkungan sekitar. baik kritik yang pedas, maupun yang manis. sebentar aku bahas tentang yang pedas dan manis. pedas disini maksudnya adalah kritik yang langsung ditujukan oleh orang yang mengkritik langsung di telingaku. langsung di hadapanku. berbeda dengan kritikan manis. itu melalui media sosial atau apapun yang bisa kubaca. tidak ditujukan untukku secara langsung. tapi dapat menjadi bahan untuk introspeksi diri. 

SWOT. 
itu tidak berlaku hanya pada perusahaan. tapi pada diri kita sendiri. ada dua hal yang tidak bisa dikendalikan manusia. Opportunity dan Threat. sama halnya seperti kritikan dari lingkungan sekitar. aku tidak pernah bisa mengendalikan apa yang lingkungan pikirkan tentangku. apa pendapat yang akan lingkungan keluarkan. aku tidak pernah bisa mengubah sudut pandang mereka. aku sama sekali tidak pernah bisa mengubah pendapat mereka. mungkin bisa. tapi dalam beberapa kasus, aku tidak bisa. aku tidak bisa mengubah sudut pandang seseorang tentang sebuah amanah, tentang sebuah organisasi. organisasi di sini bukan dimaksud hanya organisasi di sekolah atau dunia perkuliahan. karena kita tinggal di tengah-tengah organisasi. keluarga adalah organisasi. bahkan menurutku, diriku sendiri adalah sebuah organisasi (dibahas di tulisan berikutnya)

aku hanya ingin menekankan sesuatu dalam tulisanku sebagai jalanku untuk mengintrospeksi diriku sendiri. aku tidak pernah bisa mengubah bagaimana pendapat lingkungan. yang bisa kulakukan hanya mengubah sudut pandang dan caraku dalam menerima pendapat yang bertebaran. 
logam mulia yang harganya mahal, bisa berubah menjadi tanah tidak berharga jika aku melihatnya dari sudut pandang yang negatif. 
dan kotoran sekalipun, bisa dilihat menjadi sangat berharga. jika aku melihatnya dari sudut pandang yang positif. begitulah analogi sebuah penerimaan.

Senin, 16 April 2012

saya juga manusia biasa

"manusia biasa, tempat salah dan lupa." 
kalimat itu bukan berarti membebaskan siapa saja yang bersalah tapi bukan berarti selalu menghukum siapa saja yang bersalah. 
besar kecilnya suatu kesalahan tergantung dari sudut pandang orang lain. tapi bolehkah saya mengajak anda untuk berkomentar mana kesalahan yang besar atau kecil menurut sudut pandang anda sebagai manusia biasa: 
- para koruptor yang korupsi sampai milyaran rupiah (besar/kecil)
- anak kecil yang menjatuhkan vas bunga (besar/kecil)
- guru yang membantu siswanya untuk mencontek saat ujian (besar/kecil)

yang terpenting adalah bagaimana kita tetap tenang dalam menghadapi kedua jenis kesalahan tersebut (besar-kecil). tetap tenang. sehingga semua terlihat jernih.

saya juga manusia biasa
kesalahan dan kehilafan kerap kali merundung saya yang masih dalam tahap pembelajaran. karena saya masih hidup. sehingga saya akan terus belajar. saya salah hari ini. saya diberi tahu bahwa respon orang lain sangat berlebihan. mungkin memang. kesalahan saya fatal.
saya akui, saya memang salah... 
saya minta maaf atas kesalahan saya. saya bodoh. saya salah akibat ketidak tahuan saya sendiri. untuk itu saya minta maaf. karena saya tidak tahu. saya akan mencari tahu lebih dulu sesuatu yang tidak saya ketahui. terima kasih telah mengingatkan saya dengan cara yang paling santun tapi mengagetkan. terima kasih

Sabtu, 14 April 2012

merindu

Malam ini aku sangat merindukan kakak kandungku yang baru saja bersanding di pelaminan dengan seseorang yang disayanginya. Teteh.
Aku juga kangen sama kembaran yang selalu bisa diajak ribut. Vina.

Inget waktu dulu kita selalu bersama. Kita anak perempuan mama-bapak. Kita bertiga. Pas na’ni masuk SD, teteh juga masih di SD. Kita ini anak mama-bapak yang berprestasi di sekolah. Guru-guru kenal baik sama kita dan keluarga kita. Waktu na’ni kelas 2 SD, mama juga masukin na’ni ke sekolah agama. Kita selalu berangkat barengan kalau waktunya sama. Waktu kita telat sekolah agama pagi-pagi, bukannya berlanjut ke sekolah, eh malah ke rumah mamani. Teteh yang ngasih tahu kalau udah telat dan ke rumah mamani aja. Jam 10.30 WIB jam sekolah agama selesai. Kita pulang ke rumah dengan muka polos. Supaya bohongnya kita nggak ketahuan. Waktu di kelas 1B sekolah agama, ni ditinggalin na karena na naik kelas di semester awal. Na sekelas sama teteh jadinya. Di kelas 2, ni nyusul. Akhirnya kita satu kelas. Teteh berhenti di kelas 3, tapi na’ni berlanjut sampai kelas 4. Sampai tamat.
Kita juga di satu SMP yang sama. Tapi waktu na’ni masuk SMP, teteh udah lulus. Dan memutuskan sekolah di Islamic Village Tangerang. Teteh terkenal waktu SMP. Semua kakak kelas ni menghargai teteh. Yang mau ngelabrak juga rada ngeri pas tahu teteh itu kakak kandung ni. Teteh pergi ke isvil itu bukan sesuatu yang menyedihkan. Soalnya setiap minggu kita ketemu. Mama, bapak, na, ni, epang suka ke Tangerang. Kita ke karawaci. Jalan-jalan. Seru deh. Rame deh. Cuma 1 tahun kalau nggak salah, teteh pindah ke Rangkas lagi.
Masuk SMA, na’ni harus ke Bandung. Sekolah disana. Teteh juga ambil pilihan teteh sendiri. Sejak itu kita mulai berpisah. Kangen sering kok. Cuma semakin lama semakin terbiasa buat ni. Cuma 1 tahun juga teteh di Yogyakarta. Akhirnya balik lagi ke Bandung. Seneng. Kita bertiga ngumpul. Anak perempuan mama-bapak. Teteh ngelanjutin kuliah di Bandung. Hampir tiap malem kita ngumpul sebelum tidur. Cerita ini dan itu.
2009. na harus kuliah di Jakarta. Ni dan teteh tetep di Bandung. Ni mulai merasa kehilangan na. Tapi apa daya. Demi masa depan kami. Tiap malem ni nggak pernah sepi. Soalnya ada teteh. Bisa cerita ini dan itu sama teteh. Na juga sering pulang di awal waktu kuliahnya. Tapi setelah kerja belum sampe 3 bulan, teteh keterima kerja di Jakarta. Ni sendirian. Tiap malem di lantai 2 sendiri. Nggak ada Na dan Teteh lagi. Na mulai jarang pulang karena kegiatan ini itu yang padat. Teteh juga jarang banget pulang soalnya jam kerja yang nggak tentu.
Sekarang, hampir setiap malam kesepian sendiri. Apalagi kalau mama-bapak di rangkas. Udah aja sulit bersosialisasi di rumah. Sendiri banget. Ada epang sih. Tapi epang juga agendanya padat. Seringkali epang pulang, ni udah tidur. Ni berangkat paginya, dan epang masih tidur. Teteh sama na adalah dua orang kakak yang paling mengerti seperti apa ni sebenarnya. Seperti apa perasaan ni sebenarnya. Kalau ni lagi curhat ni cemburu, ni nggak perlu bilang ni cemburu. Cukup ni ceritain aja semuanya. Lalu teteh dan na bisa mengerti. 
Malam ini, Ni kangen banget sama Na dan Teteh. Abis kemaren lumayan lama kita berkumpul. Moment itu yang ni kangenin. Jadi rasanya perlu adaptasi lagi sendiri.

Sabtu, 07 April 2012

goyangan jari di malam minggu

Degupan kencang yang sedari tadi menjajah jantungku perlahan mulai menghilang. Aku bertemu mereka malam minggu ini. aku menemui mereka. Begitulah lebih tepatnya. Mereka terlihat sangat bahagia, hangat, dan terbuka. Yang lebih penting adalah mereka menyambutku dengan sangat nyaman. Dan aku menyukainya. Bukan. Tapi aku mencintainya. Mencintai suasana seperti tadi. Masih canggung memang. Tapi kupastikan I have tried hard. Maksudku, memang sedikit gugup. Oh tidak! sangat gugup nampaknya. Tapi aku suka. Maksudnya. itulah permulaan. Jika aku tidak pernah memulainya, maka kami tidak akan pernah ada di masa depan. Begitulah pikiranku yang sebenarnya. Aku ingin memulainya sekarang untuk masa depan nantinya.
Wajah mereka meneduhkan. Sangat sederhana. Dan lagi-lagi aku menyukainya. They are gonna be my family in my future. Optimistic memang. Tapi apakah salah? Bagiku sah-sah saja memikirkan masa depan. Berangan. Bermimpi. Dan berharap. Aku senang menambah keluarga. Aku senang sekali. Malam yang menyenangkan. Walau kegugupan dan malu menjamah seluruh tubuhku, aku tetap senang. Aku senang sekali. Sangat senang. Mungkin jika harus menuliskan kata “senang” satu halaman penuh, akan tetap kurang mengungkapkan perasaan malam ini.

Minggu, 01 April 2012

aku dan kepalaku


Kalau tadi nulis seputar kebijakan pemerintah pake sapaan “Saya” sekarang akan diganti menjadi “aku” karena tulisan kali ini adalah pendapat tentang dunia organisasi.
Ada yang bilang organisasi adalah sebuah wadah dimana di dalamnya terdapat beberapa orang yang memiliki tujuan yang sama. setidaknya penjelasan itulah yang aku dapat saat pertama kali tercebur ke dalam kolam yang disebut organisasi.
Bukan organisasinya yang mau aku angkat disini, tapi lebih mengangkat “apa yang terjadi di dalam sebuah organisasi” atau mungkin lebih tepatnya “apa yang biasanya terjadi dalam sebuah organisasi.”
Sekali lagi aku menegaskan disini, aku adalah seorang mahasiswi yang dengan kekurangannya mencoba masuk ke sebuah medan bernama organisasi. mahasiswi yang masih belajar memprioritaskan sesuatu. Jadi ini isi kepalaku. Mohon jangan didebat. Karena kalian yang membaca pasti punya isi-isi lain.
Pernah mendengar ungkapan, “jangan mencari siapa yang salah tapi mencari apa yang salah”?
Kalimat yang kena hati diawal kemunculannya ke permukaan. Pas sekali. Aku mengangguk. Membenarkan kalimat “jangan mencari siapa yang salah, tapi apa yang salah”. Aku setuju. PADA AWALNYA.
Tapi sekarang, aku memberi skor 50 : 50. Setengah setuju dan setengahnya lagi tidak setuju.
Kali ini aku mau berbagi kenapa aku tidak setuju dulu. Kalau kita selalu mencari apa yang salah, berarti tidak perlu ada pengadilan. Bukan begitu? Benarkan jika aku salah. Benarkan jika isi kepalaku salah. Bukan hakimi aku. Dalam sebuah pengadilan, mereka mencari siapa yang bersalah. Bukan apa yang salah. Mereka mencari siapa yang bersalah dan bahkan menjatuhkan hukuman kepada si pembuat salah. Kalau terus mencari apa yang salah, maka dijamin. Tidak akan ada koruptor yang ditahan. Karena mereka tidak bersalah. Sekali lagi, “bukan siapa yang salah”. Lalu terdapat sanggahan. Kalimat “Bukan mencari siapa yang salah tapi apa yang salah” hanya berlaku pada sebuah organisasi. aku pun menyanggahnya lagi; bukankah pemerintahan, sebuah institusi negara, merupakan organisasi juga? Lalu jika “apa yang salah” adalah hal yang paling dicari, maka mereka para pencari fakta di sebuah komisi pemberantasan korupsi hanya akan berkutat mencari “apa yang salah” lalu mengabaikan “siapa yang salah”.
Lalu? Apa yang membuat aku setuju dengan kalimat itu? hanya 1: ketika kita berupaya mencari siapa yang salah, it means… kita menyalahkan orang lain. Padahal kita perlu mengintrospeksi diri-sendiri dulu. Ini dia beberapa alasan mengapa aku menyetujui “bukan siapa yang salah tapi apa yang salah”.
Pernahkan kita berpikir bahwa orang di sisi kita pergi meninggalkan kita karena ulah kita sendiri? Baiklah kalau terlalu rumit, dan kembali ke pembahasan awal pada sebuah organisasi. yaitu bagaimana jika yang pergi dari sisi kita adalah bawahan kita. Bagaimana yang pergi dari sisi kita adalah orang penting dalam sebuah organisasi kita, yang ketika dia pergi, kita kewalahan. Bagaimana? Menyalahkannya dan mengatakan dirinya lepas tanggung jawab? Lalu mengatakan, “aku sudah berusaha mengingatkannya, tapi tetap saja. pada dasarnya dia yang malas. Dia yang tidak bertanggung jawab.” Alah! Perkataan macam apa itu? terus saja menyalahkan orang lain atas sesuatu yang tidak berjalan semestinya. Kenapa kita tidak introspeksi diri. Jangan-jangan di awalnya dia tidak mau pergi, tapi karena diri kita sendiri, sikap yang tidak kita sadari, kata yang tidak kita sadari, dan segala hal tidak enak yang keluar dalam diri kitalah yang membuatnya pergi.
Tahu salah satu alasan mengapa seorang karyawan bisa keluar atau dikeluarkan dari perusahaannya? Karena budayanya tidak sesuai dengan budaya perusahaan. Jangan-jangan itu menjadi salah satu sebab mengapa sahabat kita di satu organisasi memilih keluar dari organisasi dan meninggalkan tanggung jawabnya. Bukan karena keinginannya. Tapi mungkin karena budaya organisasi kita yang berbeda atau memang yang tiba-tiba berubah lalu berbeda dengan budayanya. Karena pola pemikiran petinggi-petinggi organisasi yang bertentangan dengan pola pemikirannya.
Atau alasan lain mengapa karyawan keluar dari perusahaan? Mungkin karena kurangnya apresiasi. Karyawan bekerja terlalu keras, tapi tidak mendapatkan apresiasi. Seperti seorang anggota organisasi. Dia  bekerja keras, menyelesaikan tanggung jawabnya, menyelesaikan program kerjanya, tapi tidak mendapat apresiasi. Apresiasi menurutku bukan sekadar ucapan, “terimakasih ya sudah menjalankan prokernya” bukan juga sekadar “kamu hebat! Ini ada hadiah buat kamu” tapi lebih ke dalam bentuk bagaimana membuat orang tersebut lebih dihargai. Sekalinya dia meninggalkan tanggung jawabnya, bukan berarti ia akan acuh selamanya. Sehingga menurutku, apresiasi itu seperti… bagaimana membuat orang yang bersangkutan merasa lebih dihargai. Mengajaknya terlibat lagi untuk menjalankan tanggung jawabnya. Bukan malah mengatakan, “saya sudah mengingatkannya. Saya sudah mengajaknya” dan sebagainya. Kalimat yang memojokkan dia yang akan pergi meninggalkan organisasi kita. Kalau itu dilakukan, dijamin. Orang tersebut akan pergi. Dan yakinlah… ketika kita memperlakukan orang seperti itu, maka kita pun akan diperlakukan seperti itu.
Hilangkanlah perkataan “yaudahlah. Lupain! Kita nggak butuh dia. Jangan sampai ngemis!” ketika membiarkan seorang pergi. Katanya kita harus merangkul orang yang akan pergi. Tapi kenapa ketika orang itu ingin pergi kita mengatakan “kita nggak butuh dia. Biarin dia pergi” atau sejenisnya. Kenapa?  Yang terpenting… dalam pengupayaan mengajaknya kembali, kita tidak boleh mengabaikan tanggung jawab kita. Yaitu mengambil alih tanggung jawab yang ia tinggalkan. Lakukan dengan baik. selaraskan semuanya. Seimbangkan.
Kesimpulannya; kalimat “bukan mencari siapa yang salah tapi apa yang salah” tepat diterapkan dalam sebuah organisasi, tapi dengan konteks yang berbeda.
Sekali lagi. itu isi kepalaku. Bertentangan dengan isi kepalamu? Silahkan! Itu pendapatku, maka bangunlah pendapatmu sendiri. Perbedaan akan tetap ada. yang tidak boleh adalah perpecah belahan. Ketika aku menguraikan pendapat dalam sebuah kalimat, maka ketahuilah… itu merupakan caraku untuk mengintrospeksi diriku-sendiri. J