Sabtu, 30 Oktober 2010

MID (4)

Hari ini aktivitas Laras seperti biasa. Bangun, sholat, sarapan, pergi ke kampus, dan pulang. Tetapi ada hal lucu yang menarik. Tingkat semangat Laras benar-benar memuncak. Tidak seperti biasanya. Sepulang kuliah, dengan santai ia menarik gas motor. Ketika lampu merah, seorang pria berteriak padanya, “Sayang! Hati-hati di jalan ya…” Laras tersenyum mendengarnya. Bukan karena ia mengenal orang itu, tetapi justru karena ia tidak mengenalnya.

Motor yang ditumpanginya terus melaju. Ketika melalui mesjid Istiqomah, sebuah mobil katana berhenti, mengizinkannya untuk menyebrang. Laras melihat seseorang dalam mobil katana. Seorang pria tersenyum manis penuh keramahan dan TAMPAN. Laras terpesona seketika. Tiba-tiba ia cengingisan. Seperti gadis yang tengah jatuh cinta pada pandangan pertama. itu hanya gurauan.

Sesampainya di rumah. Laras segera masuk kamar. Ia berdiri di depan cermin. Dan teringat perbincangannya dengan Ibu seminggu yang lalu di ruang makan.

“Nak, apa yang membuatmu tertarik sama Haris?” Tanya ibu.

Laras kaget karena ibu menanyakan hal yang membuatnya tersipu malu. Haris adalah senior Laras sewaktu di SMA. Kedekatan Laras dengan Haris didefinisikan lain oleh sang ibu.

“Laras nggak tertarik sama Haris kok, bu.” Bantah laras sambil tertunduk.

“Oh… gitu…” ibu diam berlagak tidak tahu apa-apa

“Sejauh ini ya, bu. Laras senang dan nyaman bertukar pikiran dengan Haris. Haris selalu bisa menjadi teman sharing baik. bukan Cuma itu, bu… Haris selalu pergi ke masjid untuk menunaikan solat subuh. Menurut Pak Ustadz, itu salah satu indikasi pria bertaqwa. Laras sih Cuma mau suami bertaqwa, bu.”

“Ia… tapi bukan itu saja yang harus kamu perhitungkan, Nak. Seorang pria juga punya tanggung jawab untuk menghidupi istrinya. Jadi kamu juga harus cari suami yang berpotensi menghidupimu lahir dan batin. Dunia dan akhirat.” Nasehat ibu.

“Ia, bu. Pasti itu mah. Rasulullah juga mengizinkan kita sebagai wanita mencari pria yang mapan kok. Tapi, bu. Haris itu orangnya kadang selalu serius. Semua gurauan Laras dianggapnya serius. Kadang kami juga mempeributkan masalah-masalah kecil.”

“Emang kamu kira bapakmu ini bisa diajak bercanda, Nak?”

Laras dan ibunya tertawa terkikih-kikih.

Laras senang sekali mengingat kejadian seminggu lalu. Betapa sang ibu memperhatikan perkembangan Laras. Betapa sang ibu tidak sekaku dulu. Dulu waktu masih SMP sampai kelas sepuluh, Laras dipingit di rumah. Tidak boleh main dengan laki-laki. Kalaupun mau main dengan lawan jenis, itu harus di rumah. Tidak boleh pergi dengan laki-laki meskipun bersama dengan teman-teman perempuannya juga.

Tidak ada komentar: