Sabtu, 16 Maret 2013

Everything is For Mama, Bapak, and Epang

Everything is for mama, bapak, dan Epang. 
Waktu lihat sedikit celah untuk bisa lulus tiga tahun, rasanya enggan melanjutkan. Terbayang bahwa pelariannya harus cukup kencang. Bila gagal ditengah jalan, akan terasa tanggung. Maju masih jauh, mau mundur lagi, tidak bisa juga. 
Seiring berjalannya waktu, tekanan lain datang bertubi. Aku nekad memasuki lubang peluang untuk lulus tiga tahun. Kulakukan demi mereka; mama, bapak, dan Epang. 
Setiap hari kubagi waktu dengan sangat baik. Mengurangi tidur untuk mengerjakan tugas organisasi, tugas kuliah (karena masih tersisa empat mata kuliah), yang terpenting: Skripsi, dan tugas-tugas perempuan seharusnya. 
Semasa menyusun skripsi. Paling tidak aku harus bertemu Beliau tiga kali dalam satu minggu. Di hari pertama revisi, malamnya aku langsung mengerjakan revisi, besoknya jam 06.30 WIB, aku akan menghubungi dosenku lagi, menanyakan waktu untuk bertemu. 
Gigih. Begitulah Beliau menilaiku. 
Dengan kegigihan yang kutonjolkan, Beliau mendorongku lebih keras untuk berhasil lulus tahun lalu. Meski banyak juga dosen yang menunda mahasiswanya untuk lulus tiga tahun. 
Bukan hanya itu, pernah dua malam, aku tidak bersosialisasi dengan mama dan bapak walau untuk sekedar menonton tv. Aku tengah fokus mengerjakan tugas akhir satu mata kuliah yang cukup besar. Membuat aplikasi "How to make A Dress For Beginner". 
Belum lagi waktu main yang sudah kukorbankan. Waktu jalan-jalan kualokasikan mengunjungi toko buku, berlama-lama di sana, hanya untuk membaca buku secara cuma-cuma. 

Di tengah upaya yang kulakukan, sering kali rasa malas menyerang.
Yang kulakukan hanya satu: membayangkan setiap peluh yang keluar dari pori-pori kulit mama dan bapak, untuk mengupayakan kelanjutan sekolahku. Mama dan bapak tidak pernah malas mengupayakan segala hal yang terbaik bagiku. Aku membayangkan bagaimana nasib Epang kalau kakak pengais bungsunya menjadi sosok pemalas. 
Mereka, merekalah yang meroketkan semangatku. 
Jadi, sekarang, kukerahkan semua jiwa ragaku untuk membahagiakan mereka. Titik. Tidak bisa lagi dikompromi. 

Aku pernah punya niat untuk menikah di tahun ini (bila Allah swt menyegerakan jodoh bagiku); "Kalau ada seorang laki-laki serius sama aku, mapan lahir batin, aku mau deh nikah tahun ini." Mataku selalu berbinar-binar membayangkan bahwa akan ada benar-benar satu laki-laki yang datang padaku, memintaku jadi istrinya, mencintai kedua orang tuaku, dan mapan lahir-batin. 
Buru-buru aku singkirkan harapan itu. Tidak mungkin. Tidak mungkin di tahun ini. Mama, bapak, dan Epang masih butuh aku. Paling tidak sampai dua tahun ke depan, aku belum akan menikah.

Inilah hidup yang kucintai dan kusyukuri
Tidak pernah ada penderitaan yang kulewati. Tidak pernah ada pengorbanan yang kulakukan. Karena semuanya kulakukan karena cintaku pada mereka, yang bertumpu di cintaku pada Sang Khalik. 

Tidak ada komentar: