Kamis, 07 Maret 2013

Kisah Kos Pertama


Ini pengalaman sesungguhnya sebagai seorang anak kos baru.
Dari dulu, selalu ingin jadi anak kos. Tapi Allah swt memberi jalan yang paling indah. Waktu SMP, memutuskan untuk melanjutkan study di Kota yang orang-orang kenal dengan sebutan Kota Kembang. Senangnya hati karena menjadi anak kos. Tapi Allah swt melimpahkan rezeki yang luar biasa kepada mama dan bapak. Allah swt memang tidak pernah setengah-setengah kalau memberi rezeki. Jadi ya. Kita juga jangan setengah-setengah mengabdi kepada-Nya.
Sekarang… I just want to share about my real story. Buat aku yang pertama kali ngekos.
Alasan pekerjaan, akhirnya aku pindah ke Ibu Kota, tepatnya di Salemba Raya. Aku tinggal tepat di Salemba Bluntas Gang Murtadha IV. Pertama kali melihat kosannya, aku belum juga jatuh hati. Rasanya enggan tinggal di kamar kos yang sunyi senyap. Seorang pemilik kos dengan wajah campuran Timur Tengah membuka pintu pavilion yang berada di sisi paling kiri. Sedikit menjelajahi lorong, akhirnya kami (aku, bapak, dan bapak kos) berhenti di pintu kamar kedua. Jantungku berdegup kencang penuh keraguan. Percaya atau tidak, setiap kali aku menemukan sesuatu hal (apapun itu) yang akan berjodoh denganku, aku pasti merasakan getaran yang luar biasa. Sayang… siang itu aku belum juga merasa kalau kosan ini akan berjodoh denganku. Pintu kamar terbuat dari duplex yang rapuh. Nampaknya termakan usia.
Pintu kamar terbuka lebar, ruangan terlihat seutuhnya. Dinding kamar, sebagian terbuat dari tembok yang menempel dengan kamar ketiga dan halaman samping. Namun di sisi lain, kamar terbuat dari triplek. Menyedihkan. Satu hal yang tidak pernah kulupakan adalah: menengok kanan-kiri, atas-bawah, untuk menjawab pertanyaan: “Ada akses cicak masuk nggak ya?” yap! Aku benar-benar lemah bila berhadapan dengan cicak. Di sisi dekat pintu, terdapat tempat tidur tua yang lebarnya hanya ½ badan orang. Maksudku, saking kecilnya itu tempat tidur, aku yakin sekali, guling saja tidak akan cukup. Di sudut ruangan, terdapat lemari kecil yang mungkin sama tuanya dengan kayu-kayu kusen pintu. Kecil, rapuh, kotor, dan tidak bisa dikunci. Strategiku untuk menyimpan barang-barang penting di lemari yang bisa dikunci, hilang sudah. Syukurlah, Allah swt menciptakan otak dengan sangat luar biasa. Plan A gagal, masih ada plan B, dan lainnya. Di sudut satunya lagi, terdapat meja belajar berukuran 1x1 m. Kursinya berwarna hijau. Kehadiran gordyn berwarna merah yang menutupi kaca nako berhasil menambah “kejadulan” kamar baruku.
Malam kos pertamaku, aku berhasil tidur lelap. Kata bapak, karena aku terlalu lelah akibat pindahan dari Bandung. Sebelumnya aku mengganti sepre yang berwarna putih dengan sepre kesayanganku, jamur-jamur berwarna pink. Bukan berarti aku penyuka warna pink, hanya saja aku selalu senang membuat kamarku hidup. Kamarku di Bandung, selalu indah. Aku bosan dengan kamar yang monoton, akibatnya aku selalu mendekorasi kamar agar tidak pernah bosan ditinggali. Alhasil, kamarku adalah kamar paling pewe yang ada di rumah. :D
Di pagi hari, hari pertama aku hendak memulai training, aku berhasil menyalakan setrikaan. Padahal, pesan bapak kos, “Ya kalau mau bawa setrikaan boleh saja. Dicoba dulu. Soalnya listriknya cuma 990 aja. Takut nggak cukup kalau dua rumah.” See? Dengan Rp400.000, aku harus membatasi penggunaan listrik juga. It does not matter. Dari pada aku harus membayar lebih mahal lagi hanya untuk listrik. Setidaknya itulah yang kupikirkan.
Di hari kedua, guess what? Ternyata di kamar sebelahku sudah ada penghuninya. Seorang mba-mba berkulit putih. Mungkin usianya sekitar 30 tahun. Aku mengetuk pintu kamarnya, hendak menawarkan brownies. Sayang, beliau kurang bersahabat. Eits! Bukan salahnya, mungkin salahku juga yang mengetuknya terlalu pagi. Ada lagi kejadian yang unik. Ketika kucolokkan kabel setrikaan, listrik padam. Ngejepret ternyata. Untung tidak lama. Aku kebingungan bukan main. “Aku harus berangkat training tapi belum setrika kerudung, belum setrika baju, gimana iniiiiiii???” Rengekku dalam hati.
Banyak kejadian yang luar biasa di hari-hari berikutnya. Hikmahnya, aku selalu belajar menyiapkan plan A, plan B, dan plan lainnya. Selama menjadi anak kos, aku berhasil menyusun strategi kapan waktu terbaik untuk nyetrika kerudung dan baju, kapan waktu terbaik untuk mencuci baju, kapan waktunya aku harus mengepel lantai, dan yang terpenting, aku belajar untuk konsisten menyapu kamar setiap hari. Ada lagi, ketika aku hanya seorang diri di ruang kos, itulah momen paling indah untuk mendekatkan diri pada Allah swt. Semakin dekat, aku semakin bahagia. Bahkan sekarang pun, mungkin aku belum cukup dekat dengan-Nya. Aku seorang diri, tiada teman, satu-satunya tempatku memohon bantuan dan perlindungan ya hanya Allah swt. No more. 

Tidak ada komentar: