Sabtu, 28 April 2012

Aza

Biasanya Aza tersenyum setiap pagi. Baginya, berpikir positif dan berperilaku positif adalah hal wajib yang harus dikerjakan seawal mungkin dalam sehari. Tapi tiba-tiba, pagi ini... senyum Aza hilang seketika. Digantikan oleh air mata yang mengalir beriringan dengan jatuhnya air keran ke dalam ember. Aza sedang mencuci piring. Bukan karena cuciannya yang membuat Aza menangis. Bukan juga karena banyaknya jumlah piring dan gelas yang harus dicuci. Tapi karena...

"Za, tangan umi ko sakit banget ya..." Umi mengadu. 
"Umi kemaren ngangkat yang berat-berat nggak?" Tanya Aza. 
"Nggak. Seinget umi sih nggak, Za."
"Pegel ya, Mi?"
"Bukan, Za. Sakit." 
"Mi... apa jangan-jangan struk ringan? Umi harus periksain ke dokter. Kan kemaren kata dokter di puskesmas Umi bisa kena struk ringan kapan aja." 
"Jangan nakutin umi ah, Za!"
"Loh? Aza nggak nakutin, umiii. Kan kita harus antisipasi. Kita harus tahu kondisi terburuk yang akan menimpa kita dan kita juga harus memperkirakan kondisi terbaik yang akan menimpa kita, mi. Ke rumah sakit aja yuk, mi! Aza yang temenin."
"Umi kan uda ke puskesmas."
"Umi dari kapan tahun ke puskesmas tapi nggak ada perubahan apa-apa." 
"Umi nggak punya uang, Aza. Umi nggak punya uang. Buat makan aja umi udah lama nggak masak kan?"
Umi pergi ke kamarnya. Aza terdiam menahan perih dalam tenggorokannya. Segera ia membuka keran. Air mengalir jatuh ke dalam ember. Suaranya cukup melindungi tangis Aza yang menyeruak. Berulang kali Aza membasuh air matanya dengan lengan bajunya. 

Aza menyesali dirinya yang tidak bisa mengatakan, "Mi. Ayo kita ke rumah sakit! Nggak usah mikirin uang. Aza ada." 

Tapi Aza malah diam. Tidak berkata apa-apa setelah umi bilang tidak punya uang. 

Aza selesai mencuci piring. Ia bergegas menuju kamar umi. Dilihatnya umi sedang berbaring di atas tempat tidur. Menahan sakit. Aza tidak berdaya... "Mi, Aza kasih tahu kakak aja ya? Aza minta uang sama kakak aja." 
"Jangan, Za. Umi tahu... kakakmu juga lagi nggak punya uang. Ini kan akhir bulan. Kasihan kakakmu. Umi selalu minta sama dia. Kalau saja umi mampu, umi tidak akan pernah mau memakai uang dari kakakmu. Umi nggak tega. Uangnya kan bisa ditabung sama kakak, bisa dipake beli rumah..."
Lagi-lagi... Aza menangis. Dia terdiam. Tidak ada lagi kekuatan untuk mengeluarkan sepenggal kalimat. Aza berbaring di samping umi.

Tidak ada komentar: