Minggu, 01 April 2012

aku dan kepalaku


Kalau tadi nulis seputar kebijakan pemerintah pake sapaan “Saya” sekarang akan diganti menjadi “aku” karena tulisan kali ini adalah pendapat tentang dunia organisasi.
Ada yang bilang organisasi adalah sebuah wadah dimana di dalamnya terdapat beberapa orang yang memiliki tujuan yang sama. setidaknya penjelasan itulah yang aku dapat saat pertama kali tercebur ke dalam kolam yang disebut organisasi.
Bukan organisasinya yang mau aku angkat disini, tapi lebih mengangkat “apa yang terjadi di dalam sebuah organisasi” atau mungkin lebih tepatnya “apa yang biasanya terjadi dalam sebuah organisasi.”
Sekali lagi aku menegaskan disini, aku adalah seorang mahasiswi yang dengan kekurangannya mencoba masuk ke sebuah medan bernama organisasi. mahasiswi yang masih belajar memprioritaskan sesuatu. Jadi ini isi kepalaku. Mohon jangan didebat. Karena kalian yang membaca pasti punya isi-isi lain.
Pernah mendengar ungkapan, “jangan mencari siapa yang salah tapi mencari apa yang salah”?
Kalimat yang kena hati diawal kemunculannya ke permukaan. Pas sekali. Aku mengangguk. Membenarkan kalimat “jangan mencari siapa yang salah, tapi apa yang salah”. Aku setuju. PADA AWALNYA.
Tapi sekarang, aku memberi skor 50 : 50. Setengah setuju dan setengahnya lagi tidak setuju.
Kali ini aku mau berbagi kenapa aku tidak setuju dulu. Kalau kita selalu mencari apa yang salah, berarti tidak perlu ada pengadilan. Bukan begitu? Benarkan jika aku salah. Benarkan jika isi kepalaku salah. Bukan hakimi aku. Dalam sebuah pengadilan, mereka mencari siapa yang bersalah. Bukan apa yang salah. Mereka mencari siapa yang bersalah dan bahkan menjatuhkan hukuman kepada si pembuat salah. Kalau terus mencari apa yang salah, maka dijamin. Tidak akan ada koruptor yang ditahan. Karena mereka tidak bersalah. Sekali lagi, “bukan siapa yang salah”. Lalu terdapat sanggahan. Kalimat “Bukan mencari siapa yang salah tapi apa yang salah” hanya berlaku pada sebuah organisasi. aku pun menyanggahnya lagi; bukankah pemerintahan, sebuah institusi negara, merupakan organisasi juga? Lalu jika “apa yang salah” adalah hal yang paling dicari, maka mereka para pencari fakta di sebuah komisi pemberantasan korupsi hanya akan berkutat mencari “apa yang salah” lalu mengabaikan “siapa yang salah”.
Lalu? Apa yang membuat aku setuju dengan kalimat itu? hanya 1: ketika kita berupaya mencari siapa yang salah, it means… kita menyalahkan orang lain. Padahal kita perlu mengintrospeksi diri-sendiri dulu. Ini dia beberapa alasan mengapa aku menyetujui “bukan siapa yang salah tapi apa yang salah”.
Pernahkan kita berpikir bahwa orang di sisi kita pergi meninggalkan kita karena ulah kita sendiri? Baiklah kalau terlalu rumit, dan kembali ke pembahasan awal pada sebuah organisasi. yaitu bagaimana jika yang pergi dari sisi kita adalah bawahan kita. Bagaimana yang pergi dari sisi kita adalah orang penting dalam sebuah organisasi kita, yang ketika dia pergi, kita kewalahan. Bagaimana? Menyalahkannya dan mengatakan dirinya lepas tanggung jawab? Lalu mengatakan, “aku sudah berusaha mengingatkannya, tapi tetap saja. pada dasarnya dia yang malas. Dia yang tidak bertanggung jawab.” Alah! Perkataan macam apa itu? terus saja menyalahkan orang lain atas sesuatu yang tidak berjalan semestinya. Kenapa kita tidak introspeksi diri. Jangan-jangan di awalnya dia tidak mau pergi, tapi karena diri kita sendiri, sikap yang tidak kita sadari, kata yang tidak kita sadari, dan segala hal tidak enak yang keluar dalam diri kitalah yang membuatnya pergi.
Tahu salah satu alasan mengapa seorang karyawan bisa keluar atau dikeluarkan dari perusahaannya? Karena budayanya tidak sesuai dengan budaya perusahaan. Jangan-jangan itu menjadi salah satu sebab mengapa sahabat kita di satu organisasi memilih keluar dari organisasi dan meninggalkan tanggung jawabnya. Bukan karena keinginannya. Tapi mungkin karena budaya organisasi kita yang berbeda atau memang yang tiba-tiba berubah lalu berbeda dengan budayanya. Karena pola pemikiran petinggi-petinggi organisasi yang bertentangan dengan pola pemikirannya.
Atau alasan lain mengapa karyawan keluar dari perusahaan? Mungkin karena kurangnya apresiasi. Karyawan bekerja terlalu keras, tapi tidak mendapatkan apresiasi. Seperti seorang anggota organisasi. Dia  bekerja keras, menyelesaikan tanggung jawabnya, menyelesaikan program kerjanya, tapi tidak mendapat apresiasi. Apresiasi menurutku bukan sekadar ucapan, “terimakasih ya sudah menjalankan prokernya” bukan juga sekadar “kamu hebat! Ini ada hadiah buat kamu” tapi lebih ke dalam bentuk bagaimana membuat orang tersebut lebih dihargai. Sekalinya dia meninggalkan tanggung jawabnya, bukan berarti ia akan acuh selamanya. Sehingga menurutku, apresiasi itu seperti… bagaimana membuat orang yang bersangkutan merasa lebih dihargai. Mengajaknya terlibat lagi untuk menjalankan tanggung jawabnya. Bukan malah mengatakan, “saya sudah mengingatkannya. Saya sudah mengajaknya” dan sebagainya. Kalimat yang memojokkan dia yang akan pergi meninggalkan organisasi kita. Kalau itu dilakukan, dijamin. Orang tersebut akan pergi. Dan yakinlah… ketika kita memperlakukan orang seperti itu, maka kita pun akan diperlakukan seperti itu.
Hilangkanlah perkataan “yaudahlah. Lupain! Kita nggak butuh dia. Jangan sampai ngemis!” ketika membiarkan seorang pergi. Katanya kita harus merangkul orang yang akan pergi. Tapi kenapa ketika orang itu ingin pergi kita mengatakan “kita nggak butuh dia. Biarin dia pergi” atau sejenisnya. Kenapa?  Yang terpenting… dalam pengupayaan mengajaknya kembali, kita tidak boleh mengabaikan tanggung jawab kita. Yaitu mengambil alih tanggung jawab yang ia tinggalkan. Lakukan dengan baik. selaraskan semuanya. Seimbangkan.
Kesimpulannya; kalimat “bukan mencari siapa yang salah tapi apa yang salah” tepat diterapkan dalam sebuah organisasi, tapi dengan konteks yang berbeda.
Sekali lagi. itu isi kepalaku. Bertentangan dengan isi kepalamu? Silahkan! Itu pendapatku, maka bangunlah pendapatmu sendiri. Perbedaan akan tetap ada. yang tidak boleh adalah perpecah belahan. Ketika aku menguraikan pendapat dalam sebuah kalimat, maka ketahuilah… itu merupakan caraku untuk mengintrospeksi diriku-sendiri. J

Tidak ada komentar: