Minggu, 29 Januari 2012

Holiday to Pangandaran : just the beginning

Setelah lelah berpetualan di Pangalengan 2 hari berturut-turut... then on Monday aku beristirahat. Tuesday mulai fokus pada kegiatan bersih-bersih rumah... on Wednesday we went to Pangandaran!!! hel yeaaahhh!!

Aku, Atik, Ade, dan Hana memutuskan menghabiskan satu malam romantis bersama di Pantai Pangandaran. Rencana berangkat pukul 06.00 WIB dari rumahku batal sudah karena kami harus menyiapkan bekal di perjalanan. Sebelum kami berangkat, kami berdoa. Tiba-tiba jantungku berdegup cepat. Ini perjalanan backpacker pertamaku. Ini perjalanan pertamaku dengan tiga sahabat yang sama sekali belum pernah ke Pangandaran. Dan ini akan menjadi perjalanan liburan yang menyenangkan.
Bekal roti isi susu coklat, keju, dan meses sudah siap dalam plastik. Perjalanan kami mulai tepat pukul 07.00 WIB yang dimulai dari rumahku. letaknya di Pratista Antapani. perjalanan awal kami dengan mengendarai ojeg menuju pemberhentian angkot Antapani-Ciroyom. Yeula (sahabat) bilang, naik Antapani-Ciroyom dan berhenti di SPBU yang terletak di perempatan Jalan Jakarta dan Supratman. Kami pun menurut. Sepanjang perjalanan dari terusan Jalan Jakarta aku terus mengingat rute angkot Antapani-Ciroyom, “Aha!” Otakku mulai cerah. “Angkot ini kan rutenya nggak lewat SPBU di perempatan.” Aku terus berpikir dalam diam. Hana, Atik, dan Ade terlihat sedang menikmati perjalanan macet di pagi hari. Aku terus memikirkan cara bagaimana jalan mencapai terminal Cicaheum.
“Baru inget! Angkot ini mah nggak lewat perempatan Jakarta loh. Dia mah belok.” Memecah kesunyian di antara kami berempat.
“Terus gimana?” Tanya Atik.
“Gini aja paling. Kita berhenti disini, nyebrang, nanti jalan ke Ahmad Yani. Terus naik angkot DU-Panghegar. Gimana?”
“Oke!” mereka bertiga setuju. Kami turun dari angkot dan melanjutkan perjalanan menuju Jalan Ahmad Yani yang lalu naik angkot DU-Panghegar.

Tidak sampai satu jam, kami sudah menginjakkan kaki di terminal Cicaheum. “Itu bis Budiman!” Teriak Atik. Kami mulai mempercepat langkah menuju bis. Ada dua bis yang sedang asik di parkiran terminal. Yang paling depan adalah bis ekonomi non-AC. Ongkos sampai ke Pangandaran dengan bis tersebut adalah Rp35.000, sedang kalau yang AC hanya Rp40.000. Memingat perjalanan tujuh jam yang akan kami tempuh, kami memutuskan untuk naik bis AC yang masih kosong. Aku kembali melirik jam tangan. Waktu menunjukkan pukul 08.05 WIB. Karena sudah siang dan bis AC belum penuh, kami memutuskan untuk naik bis non-AC yang sudah lumayan penuh. Akhirnya. Semalam kami tidur cukup larut. Alhasil, baru juga nempel dengan sandaran jok, kami sudah mengantuk. Hanya aku dan Atik tepatnya. Hana dan Ade masih menikmati suasana panas dalam bis. Meski tak berapa lama Ade menyusul kami berdua. Larut dalam dunia mimpi.

Perjalanan semakin mencekam. Jalan yang berlika-liku membuat kepala dan perut dikocok-kocok dalam waktu bersamaan. Aku terus bersuara dalam hati, “Nggak mabok. Kuat. Nggak mabok. Kuat.” Sedang Ade wajahnya sudah pucat. Dia tidak kuat. Perutnya tidak bias diajak kompromi. Kuberikan sebuah minyak angin dengan wangi terapi.
Menghindari lika-liku yang semakin memualkan perut, aku memilih tertidur. Semoga terlelap dan melupakan mual yang sedari tadi menyerang. Tepat pukul 11.30 WIB, bis berhenti di sebuah tempat peristirahatan. Ada tempat oleh-oleh di samping tempat makannya. Kami berempat dirundung kebingungan. Dengan melawan rasa malu, aku mulai bertanya pada seorang penumpang.
“Pak. Ini mau ngapain ya?” Tanyaku memoloskan wajah.
“Ya terserah neng. Mau makan, ke kamar mandi, atau sholat… silahkan aja.” Jawab seorang Bapak-bapak berbaju hitam agak ketus.
“Lama sih nggak, Pak?” Tanyaku lagi dengan cerewet.
“Lumayan lama kok.”
“Yaudah. Kita turun aja yuk!”Ajakku. Dengan PD-nya kami berempat turun. Atik menuju toilet. Dan kami bertiga mencari bakso. Akhirnya ketemu. “Mba, baksonya empat ya.” Pintaku. Sebelum makan, kami mengambil beberapa dokumentasi sebagai kenangan.
Tiba-tiba…
‘Tin Tin…’ klakson bis berbunyi.
Ternyata bis dan penumpang lain sudah menunggu. Oh tidak. Bakso belum habis. Segera kami memacu mulut. Mengunyah lebih cepat. Takut bis meninggalkan kami. Kami berjalan agak cepat. Atik dan Hana membayar makanannya lebih dulu. “Saya beli beng-beng ya, Teh.” Teriak Atik sambil melempar satu lembar Rp2.000 yang lalu naik ke bis. Selesai aku dan Ade membayar makanan kami.
Mbak penjaga kasir bertanya, “Ini uang siapa?” Sambil mengangkat uang Rp2.000. Kami berdua sama sekali tidak sadar kalau uang itu adalah uang Atik. Mbak penjaga kasir memberi uang itu padaku, “Uang temennya kali.” Dengan polos aku mengambil uang itu.
Di dalam bis…
“Mpok. Ini uang mpok bukan?” Tanyaku pada Atik.
“Lah kan aku beli beng-beng, pan.”
Kami tertawa. “Yaudah nanti diinfakin aja deh, mpok.” Saran Ade.
Atik menyetujuinya. Perjalanan dilanjutkan. Kami melanjutkan tidur. Kali ini Hana pun tertidur.

“Lampu merah!” Teriak kondektur. Kami memang berpesan untuk berhenti di Lampu merah sebelum terminal Pangandaran. Dengan sempoyongan (baru bangun tidur) kami turun di lampu merah. Tukang becak sudah menghampiri. Kata mama Hana, untuk mencapai penginapan harus naik becak.
Terjadilah transaksi tawar-menawar. Sang abang becak bersikukuh menawarkan Rp20.000 per becaknya. Sedangkan kami menawar hanya Rp10.000. Akhirnya kami naikkan menjadi Rp15.000. “Yaudah. 15.000 nggak usah bayar tiket, neng.” Kata abang becak.
Otak yang masih menunggu segar mulai bertanya dalam hati, “Emang tiket apaan ya?” Deal dengan abang becak! Akhirnya dengan dua becak; aku sama Ade dam becak satu lagi diisi oleh Atik dan Hana. Ternyata kami dikerjai. Untuk masuk ke wilayah penginapan itu tidak perlu bayar tiket apa-apa. Jadi hati-hati bagi pendatang yang sangat baru.
Setelah becak terus diayuh mendekat pantai, kami berhenti di salah satu penginapan. Pondok Asri. Penginapannya memang tidak pas menghadap pantai. Tapi sangat dekat dengan pantai. Lagipula. Kami memang mencari penginapan murah yang cocok dengan kantong backpacker seperti kami.Lagi-lagi terjadi transaksi. Sang ibu yang empunya penginapan bersikukuh memberikan harga Rp200.000 untuk kamar yang cukup 4 orang. Tetapi kami menawar Rp150.000…setelah bercuap-cuap dan terakhir kami membatalkan untuk memesan kamar disitu, sang tukang becak yang menawarkan penginapan kami tersebut memanggil kami lagi.
“Yaudah, neng. Kata ibunya Rp150.000 buat berempat.”
Kami masuk ke kamar. Kamarnya sangat luas. Double beds. Bahkan tempat tidur yang satu bisa ditiduri tiga orang. Ada televisi, kipas angin, kamar mandi di dalam, dispenser, dan AC yang tidak bisa kami nyalakan karena pernjanjiannya Rp150.000 tanpa AC.
Kami menunaikan kewajiban yang tertunda karena perjalanan jauh. Dan menyegerakan istirahat. Berbaring di tempat masing-masing. Menunggu sunshine datang.

Aku dan Ade sedang makan bakso pake mie. ditemani es jeruk untuk menyegarkan dahaga yang sudah bermual lama.

mpok Atik juga pengen narsis loh

Hana yang biasanya makan lambat, tiba-tiba jadi cepat setelah bis membunyikan klaksonnya.

Tidak ada komentar: