Sabtu, 17 Mei 2014

Manisnya Madu (Part. 2)

            “Apa ini?” Kamu terkejut. Seseorang mengantarkan sebuah manekin. Patung yang terbalut kain.
            “Ini buat mba Bunga.” Seorang pria menyodorkan kertas yang harus kamu tanda tangani. Bersusah-susah kamu membawa manekin itu ke kamarmu. Menapaki tiap anak tangga. Andi meneleponmu. Dari kejauhan suaranya begitu hangat, “Neng lagi apa?”
            “Aa ini ada manekin, dari aa bukan?”
            “Udah sampe ya? Iya. Kan neng bilang pengen punya kan? Dipake buat belajar desain sama jahitnya ya.”
            “Siap, a! Neng semangat desain lagi! Makasih ya... neng seneng banget.”
            Andi begitu mengerti sekali apa kegemaranmu. Dia mendukungmu melakukan hobimu. Dia bilang, kelak setelah menikah dan mapan finansial, dia ingin kamu diam di rumah. Menjadi ibu rumah tangga yang utuh. Ibu rumah tangga yang menunggu dia pulang. Menyiapkan air hangat untuknya. Ibu rumah tangga yang tetap produktif dengan keahlianmu sendiri. Mengumpulkan pundi-pundi uang. Bukan untuk menghidupi kalian, tapi untuk masa tuamu jika dia telah tiada. Dia begitu visioner. Kamu selalu mencintai setiap angan yang dia buat.
--------------------------------------
            Dia sama sekali tidak mengucapkan apa-apa. Diam. Kamu mengharapkan apa? Kamu mengharapkan dia datang tengah malam. Tepat jam 12. Dan memberikan pesta kejutan? Iya? Jauh sekali. Andi bukanlah tipe lelaki seperti itu. Dia lebih senang menyusun segalanya bersamamu. Walalu memang hal manis selalu dia suguhkan secara mendadak. Semua keluarga dan teman sudah memberikan ucapan selamat ulang tahun padamu. Satu saja yang belum. Satu tapi bermakna. Andi. Dialah sang kekasih hati yang belum juga mengucapkan apa-apa. Jangankan telpon. Sms saja tidak. Jangankan sms yang dikenakan pulsa, bbm atau WA saja tidak.
            Jam 10.00 WIB. Kamu mendapat kabar yang mengejutkan.
            From   : Aaku
            To        : Bunga
            Siap2 nanti a jemput. Km hrs traktir makan siang!

            Aih. Lelaki macam apa dia. Memintamu untuk membelikannya makan siang. Siap-siaplah kamu. Kamu mengenakan pakaian terbaik. Berdandan secantik mungkin. Andi bilang, dia senang melihatmu berdandan. Lagipula hari ini hari ulang tahunmu, Bunga! You have to be different! Pikirmu dalam hati.
            Andi yang kadang-kadang suka ngaret, akhirnya datang tepat waktu. “Ayo naik, neng.”
            Kamu masih bingung akan dibawa kemana, “Mau kemana nih, a?”
            “Aa mau makan pizza nih. Kamu yang bayar ya. Di Atrium Senen aja ya.”  Ucapnya.
            Kamu menggeleng-geleng kepala. “Aa ini, udah nggak ngucapin apa-apa. Minta traktir pula.”
            Dia hanya tertawa. Tawa yang selalu membuatmu rindu. Tawa yang menghanyutkan pandanganmu. Tawa yang mengalihkan duniamu. Bunga... Bunga... kamu benar-benar jatuh hati padanya. Jatuh sudah.
            Andi memesan pizza paling mahal. Minumannya pun yang paling mahal juga. Tanggal 24 Agustus, tanggal tua. Payahlah sudah. Kantongmu kering. Sangat kering. “Nggak apa-apa ya, neng?”
            “Nggak apa-apa sayang... pesen apapun.” Matamu melotot.
            Andi tertawal lepas.
            Kalian benar-benar bahagia.
            Dengan cepat Andi menyantap setiap pizza yang ada. Sampai habis.
            “Udah ini mau kemana, a?” Kamu mengharapkan sebuah kado.
            “Kasih tahu nggak ya...” Andi menyeringai licik. “Kemaren kamu mau kado apa?” Dia mulai hangat. Sepertinya dia tahu isi hatimu.
            “Jam tangan, a.” Setengah berteriak.
            “Nah kita ke pasar sebelah ya.” Andi melanjutkan tawanya.
            “Masa di sebelah sih, a? Nggak bisa apa agak bagusan dikit. Bukan menghina. Tapi kan kado dari aaharusnya spesial. Dari tempat spesial juga.”
            Andi tertawa semakin lepas. Dia mengajakmu ke parkir motor. Pergi ke suatu tempat. Kamu terlihat sedikit tegang. Tidak sabar kejutan apa yang sudah dia siapkan. Sepeda motornya melewati bundaran HI. Akhirnya kalian berhenti di parkiran Grand Indonesia. Sebuah mall yang kata orang mall untuk kalangan menengah ke atas. Entahlah.
            “Yuk kita beli jam.”
            “Hah? Disini a? Seriusan?”
            “Iya. Kenapa?”
            “Mahal loh, a.”
            “Kan dari tempat yang spesial untuk orang yang spesial. Masa aa beliin kamu di senen sih, sayang. Eh kita beli couple ya. Biar yang di kantor kaget.” Andi tersenyum hangat. Senyuman yang selalu membuaimu.

            Sepasang jam tangan. Harganya fantastis. Warnanya gold dan silver. Jam tangan yang... LUAR BIASA. Kamu suka, dia suka, kalian menyukainya. Kamu menjaganya dengan baik. Bagimu, apapun yang dia berikan harus kamu jaga dengan baik.

Tidak ada komentar: