Minggu, 04 Mei 2014

Spasmofilia, “istimewa” (Part. 2)

“Terus saya harus gimana, dok?”
“Saya kasih resep buat beli kalsium ya. Dimakan setiap pagi sebelum aktivitas satu tablet. Nanti kalau ternyata aktivitasnya banyak, kunyah dua aja.” Dokter menulis resep.
“Dok, apa ini nggak bisa disembuhkan?”
“Spasmofilia itu bawaan, kelainan. Jadi belum bisa disembuhkan. Dan memang belum ada ilmu medis yang bisa menyembuhkannya. Tapi kamu bisa kontrol itu. Kamu harus hidup lebih tenang, relax, dan jangan sampai kelelahan atau stres berkepanjangan.”
“Kenapa bisa saya, dok? Dan sejak kapan saya mengidap spasmo?”
“Prediksi saya sekitar dua atau tiga tahun yang lalu. Spasmo itu karena keturunan.”
“Jadi orang tua saya juga punya spasmo? Apa hubungannya spasmo dengan sakit kepala bagian belakang saya, dok? Dan kenapa kaki saya sampai tidak bisa digerakkan?”
“Ada. Jadi kalau kamu stres itu otak membutuhkan kalsium lebih banyak. Otak akan mengambilnya dari sel-sel di tulangmu yang membawa kalsium itu. Ketika kalsium tidak dapat dipenuhi. Maka tentu otak pun akan merespon dengan tidak baik. Maka kakimu bisa sampai mati rasa atau hanya kesemutan biasa kalau ringan.”
“Pantangannya apa, dok?”
“Jangan banyak jalan, lari, apalagi naik sepeda. Kamu benar-benar tidak diperbolehkan naik sepeda. Akan sangat berbahaya.”
Wajah ibumu memerah. Sepertinya menahan tangis. Ibu mana yang tidak sedih mendengar anaknya sakit dan tidak bisa sembuh. Kalian keluar ruangan sambil membungkam mulut. Kecanggungan datang karena kalian masih sangat terkejut dengan kabar dari dokter. “Ma, Bunga bakal baik-baik aja. Ini nih. Bunga sehatkan? Dokter lebay.” Kamu mengusap tangan ibumu dengan lembut. Lembut sekali. Meski kamu pun menahan tangis.
Namun tangis tetap tidak dapat dibendung. “Mulai sekarang, Bunga harus denger omongan mama. Bunga nggak boleh terlalu capek. Bunga nggak boleh stres. Bunga harus jauhin hal-hal yang buat Bunga stres.” Ibumu menangis.
Kamu hanya mengangguk dan meneteskan air mata.
Orang tuamu khawatir sekali. Sayang. Kepalamu rupanya lebih keras dari batu. Kamu memaksa untuk tetap tinggal di Kos dan baru masuk kantor di hari Senin. Kamu terlalu yakin kalau kamu akan baik-baik saja.

Orang tuamu mulai mengontrol hidupmu dengan lebih ketat. Memastikan kalau kamu sudah makan dengan meneleponmu lebih sering lagi.
Ya. Allah swt menguji umat-Nya dengan banyak cara. Memberikan kenikmatan juga bencana yang sebenarnya membawa rahmat juga. Allah swt sedang mengujimu. Menguji kedekat imanmu. Dalam ujian inilah, kamu semakin dekat dengan-Nya. Setiap malam kamu bangun hanya untuk bermesraan dengan-Nya dalam doa yang selalu kamu alunkan. Dalam harapan yang selalu kamu gantungkan. Dan dalam keyakinan yang selalu kamu agungkan. Kamu yakin. Kamu pasti bisa sembuh. Semua hidup bahagiamu akan kembali.
Satu hal lagi, syukurlah Andi kembali kepadamu. Kembali meski hanya beberapa bulan saja sebelum akhirnya dia juga akan mengeluhkan “keistimewaan” yang kamu miliki. Sebelum dia benar-benar pergi karena kamu yang terus sakit-sakitan.
Kamu juga mengikuti aturan dokter untuk memakan obat kalsium satu tablet setiap pagi hari. Apa daya. Bukannya semakin baik, daya tahan tubuhmu semakin menurun. Tubuhmu semakin lemah. Tulangmu mulai menunjukkan gejala yang lebih parah. Digerakkan sedikit, lututmu akan berbunyi. Sering kali tiap malam kamu menahan sakit karena kaki yang tidak dapat digerakkan. Tiap malam juga kamu menahan sakit kepala. Andi yang menemanimu tidak bisa juga memaklumi kondisimu. Dia masih saja sering memarahimu, melukaimu, manyakitimu, membuatmu menangis, dan membuat “keistimewaan”-mu kambuh ke permukaan. Dia masih saja seperti itu. Melukaimu dengan indah sampai nanti dia meninggalkanmu.
“Keistimewaan”-mu ini menggerogoti kesehatanmu yang semakin menurun. Mamamu hanya menangis melihatmu kondisimu saat ini. Berat badanmu turun drastis, 10 kg dalam satu bulan.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

itu benar ga boleh sepedaan?