Minggu, 18 Januari 2015

Ungkapan

Berawal dari sebuah permohonan kredit senilai Rp 4 Milyar, kamu dan Radit semakin dekat. Radit yang dengan intensif membantumu menyelesaikan paket kreditmu. Pemikirannya sedikit kompleks tapi penuh dengan kehati-hatian. Di waktu senggang, kalian sering juga pergi bersama. Sekedar nonton, makan malam di pinggir jalan, makan es krim, dan masih banyak lagi. Kamu cukup nyaman berteman dengannya. Radit. Usianya sudah 29 tahun. Menurutku dia sudah cukup matang untuk menikah. Tapi Radit mengaku masih single dan berniat menjadi double di usia 30.
 Suatu malam, setelah memperkenalkan seafood ayu yang katanya terkenal, dia berhenti sejenak. Menatapmu dalam. “Ada apa, Mas?”
            “Nggak apa. Kamu cantik.”
            “Makasih. Padahal aku nggak make up loh.”
            “Ya kamu emang cantik tanpa make up.”
            “Jangan pandangi aku lama-lama. Nanti naksir.” Kamu menggodanya.
            “Kalo udah? Gimana?”
            Ibarat petir datang menyambar. Tepat menusuk-nusuk kepala dan hatimu. Kamu terdiam. Hanya bisa tersenyum. “Eh aku serius, Bunga. Gimana?”
            Kalian memang sudah sangat dekat. Dia cerita banyak hal tentang keluarganya. Ya meskipun kamu tidak seterbuka itu padanya. Belakangan dia sering memberikan perhatian padamu. Dasar Bunga! Bukan Bunga namanya kalau tidak dingin bagai es. Bukan Bunga  namanya kalau peka terhadap perasaan lelaki. Kamu sama sekali tidak bisa merasakan apa-apa. “Apa kamu mati rasa, Bung?” Malam itu menjadi malam yang mengejutkan. Kamu tidak tahu harus bagaimana.
            “Ya sudah. Nggak usah jawab sekarang ya. Masih ada besok.” Radit mengusap kepalamu seperti anak kecil. Jelas saja. Usia kalian terpaut tujuh tahun.
            Paling tidak untuk sementara waktu kamu bisa bernapas lega.
            Radit berubah drastis. Teman-teman kantor terheran melihat perubahannya. “Tumben lo sholat, Dit?” Tanya Frendi sembari tertawa.
            Radit jarang sekali terlihat menunaikan kewajiban lima waktunya di kantor. Orang sekantor pun sering terheran-heran dimana dia menunaikan kewajibannya. Tapi ya sudahlah. Itu urusannya dengan Allah SWT.
            Dia juga pernah memintaku sholat berjamaah. Dia menjadi imamku.
            Lepas pernyataan cintanya malam lalu, dia semakin sering menghubungiku. Memperhatikan semua yang melekat padaku, kesehatanku dan semuanya. Dia menjadi lebih perhatian. Tanpa kamu sadari, kamu menarik diri. Perlahan membentengi diri kamu sendiri. Bukan beniat menggantungnya. Kamu hanya memintanya untuk meyakinkan perasaannya padamu. 

Tidak ada komentar: