Sabtu, 18 Februari 2012

soul mate is not a property

Sedikit aneh mendengar pendapat banyak orang yang mengatakan, “Lo pacar gue, ya Lo harus nurut sama gue. Mau kemana-kemana bilang sama gue. Lo nggak boleh bergaul sama si ini si itu….” dan blab la lainnya.

Itu dia. Kesalahan kita. Baik laki-laki maupun perempuan. Kita selalu menganggap siapa saja, seseorang yang sudah mengikat komitmen dengan kita adalah milik kita sepenuhnya.

Yang masih pacaran, menganggap pacarnya adalah miliknya. Sampai setiap pacarnya mau pergi kemana-mana harus izin sang kekasih hati. Kalau sang kekasih tidak memberi izin maka ia akan memilih untuk tidak pergi. Hellooo!!! So what? “Belum juga nikah udah kayak gitu. Gimana nikah. Tinggal di penjara kali.” Lain ceritanya kalau untuk kebaikan. Misalnya nih… pasangan mau pergi ke toko buku dan dia lagi sakit. wajarlah kalau kamu melarang alias tidak memberinya izin. Atau kalau pasangan kamu mau pergi ke diskotik. Contoh kasus lain kalau langit sedang menangis bahasa pendeknya; hujan, pasangan kamu ngotot ngehadirin rapat padahal kamu tahu betul kalau kondisi dia tidak cukup baik, gampang sakit. ya boleh deh sedikit dilarang. Melarangnya juga harus pakai kalimat yang enak. Tidak melarangnya secara langsung. Memberi saran jauh lebih baik. Yang ini saya juga masih belajar. Yang nggak masuk diakal kalau sampai pasangan kamu mau pergi kuliah, kerja kelompok, jalan sendiri, jalan sama temen-temennya harus dan mesti (sama aja) dapat izin dari kamu.

Tipe memiliki yang kedua adalah… kamu tidak mengharuskan dia dapat izin kamu dulu sebelum dia pergi. Tapi… nah ini ada tapinya. Kamu selalu meminta laporan dari dia-pasangan kamu. Hari ini dia ngapain, sama siapa, kemana saja pokoknya laporan harus selengkap-lengkapnya. Tidak boleh ada yang dikorupsi. Kadang kita lupa. Kalau pasangan bukan gudang uang. Tidak murah untuk memberikan laporan setiap jam apalagi setiap detik. Boros pulsa.

Atau ada lagi jenis pasangan yang ketiga; pasangan yang melarang pasangannya bergaul dengan sahabatnya sendiri. Kalau sahabatnya membawa dampak yang buruk sih it’s okay. Tapi gimana kalau sahabat pasangan kita itu ternyata sudah menjalin persahabatan dalam waktu yang lama, dan sewaktu kita bertemu sama pasangan kita dia baik-baik saja kan? It means.

Tadi bahasan buat yang kasmaran di dunia perpacaran. Sekarang membahas di dunia suami-istri sedikit. Karena memang saya belum ahli di bidangnya. Hanya saja sedikit hasil pengamatan sosial yang saya lakukan untuk meluluhkan rasa ketidakpekaan saya terhadap lingkungan.

Suami menganggap istri adalah miliknya penuh. Sehingga melarang istri bergaul dengan dia dan dia. Melarang bergaul dengan lingkungannya. Melarang mengerjakan ini dan itu. Istri mulai bosan. Komunikasi yang sedikit terganggu membuat suasana semakin panas. Akibatnya rumah tangga semakin tidak harmonis.

Istri yang menganggap suami miliknya secara penuh. Sehingga ia selalu cemburu jika sang suami mengabdi pada ibunya. Dia cemburu juga ketika suami memberi adik-adiknya nafkah sebagai ganti ayahnya yang sudah rentan. Pertikaian akibatnya tidak dapat dihindari jika komukasi tersendat.

Dan masih banyak contoh kasus lainnya yang ada di kehidupan kita. Kebanyakan terjadi di dunia remaja atau puber. Karena kondisi kejiwaan masih labil.

Tahukah apa penyebabnya?

Hari Kamis 16 Februari 2012 lalu, saya mengikuti Training Motivasi bertema “Kuliah, Cinta, dan Karir” yang diadakan sahabat Farmais STIE EKUITAS. Pembahasannya mengenai keberhasilan di dunia perkuliahan, percintaan, dan perkariran (hehe). Saya akan membahas bagian Cinta terlebih dulu. Bagian kuliah diloncat.

Sukses dalam dunia percintaan itu ada tiga; cinta pada orang tua, pasangan, dan lingkungan. Saya akan berbagi mengenai cinta pada pasangan. Salah satu poin yang disampaikan Kang Taruna Perdana sebagai trainer-nya adalah TIM SUKSES BUKAN PROPERTI. Saya sangat setuju! Di sana beliau menyampaikan bahwa anggaplah pasangan kita sebagai bagian dari tim dengan kita. Bukan properti yang bisa dimiliki.

Saya sangat setuju sekali lagi! ketika kita menganggap pasangan kita sebagai properti, maka kita menganggapnya barang. Yang ketika ada di tangan kita ya hanya boleh kita yang memandang. Hanya boleh kita yang menyentuh. Hanya boleh kita yang dekat dengannya. Pokoknya hanya boleh kita. Yang lain harus minggat. Itu sangat salah. Perlakukan pasangan kita dengan sangat hormat. Perlakukan ia bukan sebagai barang yang sepenuhnya kamu miliki. Dia punya kehidupan. dan hargai kehidupannya. Dia punya keputusan. Maka hargai keputusannya. And so on.

Buatlah pasangan kita menjadi bagian dari tim. Tanpa melarangnya dengan aturan seketat baju renang atau sejenisnya. Pasanganmu bukan barang. Pasanganmu bukan milikmu sepenuhnya. Ada Allah yang berhak. Allah yang Maha Memiliki. Jadi sepenuhnya dia tidak pernah bisa menjadi milikmu.

Aku pernah mengucapkan satu kalimat kepada seseorang; “Bahkan setelah kita nikah pun, hati aku nggak bisa jadi punya kamu sepenuhnya.”

Memang benar. Begitu adanya. Jiwa dan raga seorang istri hanyalah titipan pada suami. Begitu pun sebaliknya. Sehingga sang suami tidak akan pernah bisa memiliki sepenuhnya. Karena hanya pada Allah tempat istrinya kembali. begitupun dengan istri. Tidak pernah bisa memiliki suaminya dengan utuh. Sadarlah! Ada Allah. Allah yang empunya banyak sekali perintah. Maka persilakan suamimu menjalankan perintah-Nya. Persilahkan suamimu mengabdi pada ibunya, pada ayahnya, menjaga adik-adiknya jika nanti orang tua mereka sudah meninggal. Begitulah seharusnya.

Pasangan kita bukan barang. Yang ketika orang lain mencoba mendekatinya kita marah dan membantai mereka.

Ini opini saya. mana opinimu?

Tidak ada komentar: