Sabtu, 21 Juli 2012

Ramadhan : 1st day


Tafsir Al-Misbah
Quraish Shihab
QS. Al-Anfal: 1-8

Rutinitas memasuki bulan Ramadhan itu.. sahur dan berbuka. Eh taraweh juga. Biasanya... taraweh di minggu pertama masih oke. Mesjid masih penuh. Mau ikut sholat di luar mesjid saja harus berdempet-dempetan. Masuk minggu kedua, tempat sholat mulai lega. Minggu ketiga, nggak ada lagi tuh yang namanya bersenggolan dengan jemaah yang lain. Apalagi di minggu terakhir, aku bisa masuk ke dalam mesjid bahkan bisa sholat taraweh di shaf paling depan. Coba dibayangin deh! Bukan tarawehnya yang pengen aku bagi disini, tapi tentang rutinitas lain...
Sahur pertama yang sangat menyenangkan. Sekalipun tidak ikut puasa, aku bangun tepat waktu. Membantu mama merapikan meja makan dan mencuci piring. Tepat pukul 03.00 aku bertengger di depan tv. Memilih channel mana yang menarik hati bukan hanya mata. Semula, aku ingin melihat acara lawak tapi hati menggerakkan jari untuk menekan tombol remote ke channel lain; Tafsir Al-Misbah. It is my favourite program actually. I like Mr. Quraish Shihab so much. Because he looks so familiar. :D

Pembahasan tafsir kali ini surat Al-Anfal ayat 1-8. Menarik!

“...maka bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-nya jika kamu orang yang beriman.”  Pak Quraish menyampaikan bahwa yang diperbaiki adalah hubungan dasar sesama manusia. Manusia yang memiliki hubungan dasar yang baik, akan dengan cepat menyelesaikan perselisihan. Itulah mengapa dalam islam menyatakan paling lama waktu berselisih adalah 3 hari.
Get it! Ini yang kurang dari aku. Aku kurang membenahi dasar hubungan dengan sesama yang aku punya. Dulu, waktu SMA, beberapa orang senang berselisih denganku. Mungkin bukan karena mereka senang, tapi karena aku yang mengundang mereka menyelisihiku. Aku mencoba maju dan menyelesaikan persoalan. Selanjutnya? Terserah anda! Menurutku, hubungan dasar yang baik akan mendorong hati kita untuk bersikap ramah dengan sesama bukan hanya yang tampak di permukaan tapi mendalam. Yah... sampai di titik hati terdalam.
Aku selalu berpikir bahwa, kita ini bersaudara. Aku yang berkulit hitam, pipi bulet, gigi berantakan (bukan berarti nggak bersyukur. Hanya saja... masa aku harus bilang “aku yang berkulit putih, pipi tirus, gigi rapi” Nggak aku banget gitu loh), tetap bersaudara dengan mereka yang berkulit putih/sawo matang/kuning langsat, mereka yang berwajah tirus/oval/kotak, mereka yang bergigi rata/putih/mengkilap... maka ketika perselisihan terjadi diantara kita, cinta di hati kitalah yang akan mengembalikan kita pada keadaan yang baik dan damai. Buatku, kita yang terbaik bukanlah kita yang tidak pernah berselisih. Tapi kita yang berselisih lalu menyelesaikannya bersama dan cinta kian kuat hadir diantara kita. Kita juga harus tahu hal baik apa yang buat kita berselisih. Jangan sampai materi, cowok, dan hal-hal nggak penting buat kita berselisih.  Hidup itu lebih bermanfaat. Sayang rasanya menyelisihkan segala hal yang sia-sia. Subhanallah... indah sekali rasanya persaudaraan karena Allah J.

Mukmin...

Dalam ayat-ayat tersebut menjelaskan sebagaimana disampaikan Pak Quraish, bahwa minimal sifat mukmin adalah berhubungan baik dengan Allah dan sesamanya. Mungkin aku belum punya hubungan baik dengan sesama apalagi Allah, malu rasanya. Tapi selagi denyutku belum absen, i always keep trying. Orang mukmin itu... mencintai Allah tapi takut. Ia cinta kepada Allah, saking cintanya jadi takut sama Allah juga. Kayaknya sulit menganalogikan kalimat itu. Karena takutnya... emmm... pernah baca di sebuah buku, takutnya itu seperti orang yang dikejar debt collector, seperti juga takutnya kita sama binatang buas di kala kita berada di hutan seorang. Tapi... sepertinya rasa takut kepada Allah sangat sulit dianalogikan apapun. Karena pasti sangat takut bagi orang mukmin. Kalau dilihat, dibaca, diterawang, ditelaah, dan dihayati. Aku bukan bagian dari orang mukmin itu. Ketika mendengar orang yang membaca ayat suci Allah sebagai tanda kebesaran-Nya, aku kagum. Ketika mendengar nama Allah dikumandangkan melalui merdunya gelegar adzan, aku terdiam. Entah kagum, entah gemetar, entah takut. Aku bahkan takut kalau aku hanya merasa biasa-biasa saja.
Orang mukmin itu, derajatnya sangat tinggi. Mukmin sudah pasti beriman, tapi beriman belum tentu mukmin. Kalimat yang aku simpulkan dari pernyataan Pak Quraish.
Orang mukmin selalu bertawakal. Tapi bukan sebentar-bentar tawakal tanpa usaha. Tawakal itu... berserah diri kepada Allah setelah kita berusaha sampai usaha kita benar-benar habis. Aku selalu mengelus dada, menahan amaran dan kecewa ketika tahu nilai atau hasil apapun tidak sesuai dengan apa yang kuharap. Padahal, AKU MERASA SUDAH BERUSAHA DENGAN KERAS. Nampaknya usahaku belum keras, nampaknya usaha yang kupancarkan bukanlah usaha yang sampai habis. Masih sangat kurang.
Orang mukmin adalah orang yang pandai. Seperti yang pernah disampaikan teteh angkatan 08 yang bilang di keputrian kalau muslimah harus menyenangkan. Ada benang merah kayaknya. Buat jadi muslimah yang menyenangkan, muslimah pun harus pandai. Menangkap berbagai situasi, menangkap berbagai berita terbaru, pandai memilih diksi, pandai bergaul... pokonya pandai. Mukmin disini bukan mengarah pada laki-laki saja. Tapi semua; laki-laki dan perempuan. It means. Perempuan juga harus pandai. Karena mukmin pandai. Ketika pandai, kita akan menjadi orang yang menyenangkan. Kepandaian seorang mukmin membuatnya tahu apa yang harus didiskusikan dan apa yang tidak.

Kehendak Allah selalu terbaik...

                Aku selalu yakin bahwa kehenda Allah adalah satu-satunya kehendak yang terbaik dalam hal apapun. Karena Allah mengenalku jauh lebih dekat bahkan kedekatannya melebihi dekatnya retina  bola matanya. Allah berkehendak memutuskan ketetapan. Dan Pak Quraish menyampaikan dalam surat Al-Anfal sangat jelas bahwa ketetapan Allah adalah menyuruh kita berperang.
                Berperang itu bukan Cuma mengangkat senjata, bukan juga berarti harus lari ke medan perang, bukan juga lempar granat ke musuh, tapi lebih perang melawan hal-hal negatif di sekitar kita. Melawan kebodohan, melawan kemiskinan karena Rasulullah saja kaya raya, melawan kemalasan. Banyak deh. Beberapa cara untuk berperang dengan mencari yang terbaik;
Mencari teman yang baik
Mencari bacaan yang baik
Mencari lingkungan yang baik
Pokoknya mencari yang terbaik.
                Allah selalu berkehendak. Tetapi Dia tidak pernah memaksa kita buat menjalankan kehendak-Nya. Disinilah dapat dilihat tingkat keimanan orang, bisa upper, middle, atau bahkan low. Tergantung mau jalanin ketetapan Allah atau nggak.
                Ketetapan Allah yang memerintahkan kita buat berperang sebagai tanda bahwa Allah ingin menebar kebenaran dan menjatuhkan yang batil. Tinggal kita mau milih jadi yang mana. Mau milih menjalankan ketetapan Allah yang berarti menebar kebenaran atau jangan-jangan kita mau jadi penyumbah kekuatan supaya yang batil tetap kuat? Naudzubillah...

*) tulisan ini bukan hanya ucapan Pak Quraish dari Tafsir Al-Misbah, tapi dibumbui pendapat penulis yang masih sangat bodoh namun ingin membagi sedikit hal baik yang diperolehnya...


Tidak ada komentar: